Lihat ke Halaman Asli

Calon Pujangga

Masih amatiran. Terima kasih sudah membaca dan berkunjung. :)

Aku Pernah Depresi?

Diperbarui: 20 Desember 2020   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kredit : pexels.com

 

Tahun 2015 merupakan tahun yang baru untukku. Aku mulai memasuki jenjang pendidikan baru, yaitu SMA. Aku adalah seorang yang pendiam dan pemalu. Bagiku hal yang sulit untuk beradaptasi di lingkungan baru.

Suatu hari, kebetulan hari itu ada jam kosong. Aku pergi ke toilet. Di luar toilet, aku bertemu kawan sekelasku bernama Nisa. Ia nampak sedih dan sepertinya ia sedang memendam sesuatu. Aku lanjut buang air karena sudah tak tahan lagi. Ternyata ia masih disana. Aku menghampirinya, membuka percakapan dan akhirnya ia buka mulut. Ia terpancing untuk bercerita kepadaku. Tentang masa-masa sulit yang dihadapinya. Kebetulan juga kami memiliki hobi yang sama, yaitu membaca buku. Sejak saat itu, kami menjadi teman akrab. Teman sebangku Nisa yang bernama Lina juga ikut bergabung untuk menjadi temanku. Hampir kemana-mana kami selalu bertiga. Bagai secarik surat, amplopnya dan perangko. 

Tahun 2016 pertengahan, aku menempati kelas XI. Aku duduk di bangku tengah, paling depan, tepat di depan papan tulis. Ah! Sesungguhnya itu sangat menyebalkan. Aku sering menjadi incaran para guru untuk sekedar menjawab pertanyaan dan sebagian bualan mereka.

Ada satu kesalahan yang telah kuperbuat kepada Nisa pada tahun ajaran ini. Menyebabkan kami bertengkar. Aku sudah berusaha, bersikeras meminta maaf kepadanya. Namun, ia malah menjauhiku. Nisa yang telah berjasa membantu Lina, jadinya ia menjauhiku juga. Aku rasa, ini permasalahan yang sangat besar dan kompleks, sehingga ia berbuat demikian kepadaku.

Aku merasakan sepi dan hampa. Aku cuman tertutup di kelas, karena lingkungannya tidak cocok denganku. Diforum lain, aku bisa bersosialisasi dengan baik. Bahkan, teman-temanku dari kelas lain juga banyak. Aku hanya tak punya teman ketika aku berada di kelasku sendiri.

Selang beberapa waktu berlalu, suatu malam, aku membuka kotak masuk dari akun Facebook milikku. Ada tiga foto carik kertas yang menjelaskan mengapa Nisa melakukan semua ini kepadakku. Salah satu alasannya adalah karena ia ingin aku bersosialisasi dengan teman-teman sekelas lain. Katanya, ia berjanji akan kembali kepadaku. Nyatanya, aku tak berhasil melakukannya.

Aku tidak dekat dengan siapapun di kelas. Disitu, kami masih kontakan meski sangat jarang. Nisa menanyakan kepadaku kenapa tadi aku tak berangkat ke sekolah? Berangkat ke sekolah hanya membuatku sakit hati. Acara ini juga tak penting untukku dan tidak masuk dalam nilai pelajaran. Aku pikir, mereka semua jahat. Ada yang pernah mengajakku berbicara, tapi seolah ia mengejekku.

Setiap istirahat, aku kemana-mana selalu sendirian. Dalam keadaan yang mendesak (lapar), aku membeli jajanan ke kantin sendirian. Di kelas, mereka begitu asyik mengobrol, seputar gosip terkini dan hal-hal yang tidak berbobot lainnya. Sementara aku, asyik membaca novel di bangkuku. Sesekali, jika sudah merasa lelah membaca novel, aku menulis cerpen di memo ponselku. Kata-kata estetik penuh makna, mengalir begitu saja setiap aku usai membaca novel.

Dikala rasa jenuh menghampiri, aku menuju perpustakaan sekolah yang jaraknya tak jauh dari kelasku. Sangking seringnya aku ke perpustakaan, bapak pustakawan dan ibu penjaga perpustakaan sampai hafal denganku. Ibu penjaga perpustakaan itu namanya Bu Tutik dan bapak pustakawan namanya Pak Wawan. Ibu Tutik memang sedikit galak, tapi aslinya ia baik hati. Ia gemar bercerita dengan siswa, siapa saja itu tentang kesehariannya. Beliau pun pernah bercerita padaku. Sangking banyaknya cerita, aku lupa beliau cerita apa saja kepadaku. Kalau Pak Wawan, ia tak segan membantu para siswa untuk mencari buku yang mereka maksud.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline