Pendidikan dan kesehatan merupakan dua komponen utama dalam pembangunan manusia yang saling berkaitan erat. Pendidikan memiliki peran penting dalam menentukan kualitas kesehatan individu. Pendidikan memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan, baik melalui peningkatan tentang kesehatan, pengembangan keterampilan hidup yang lebih baik, maupun akses yang lebih baik terhadap sumber daya kesehatan (Michael Grossman, 1972). Tujuan tersebut dapat diupayakan dengan kebijakan fiskal melalui pajak, yaitu sebagai salah satu intrumen utama yang digunakan dalam pendanaan layanan publik termasuk sektor pendidikan dan kesehatan (budgeter). Namun, tak jarang dalam pelaksanaannya mengadapi berbagai tantangan yang kompleks mengingat jumlah penduduk Indonesia terhitung sebanyak 281 juta jiwa lebih ditambah wilayahnya yang luas dan tersebar.
Pajak yang bersumber dari kontribusi finansial warga negara merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang dialokasikan untuk membiayai berbagai program yang bertujuan untuk kesejahteraan warga negara. Pajak memberikan dampak yang nyata dalam masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Individu maupun kelompok yang membayar pajak akan merasakan dampaknya secara langsung melalui iuran yang wajib dibayarkan sesuai ketentuan waktu yang berlaku. Namun, manfaat dari pajak juga dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan melalui berbagai program pembangunan dan pelayanan publik khususnya sektor pendidikan dan kesehatan yang didanai dari pajak itu sendiri. Dengan kata lain, pajak berperan sebagai penggerak dari program pendidikan dan kesehatan sehingga membentuk tiga pilar yang saling terintegrasi.
Peranan Pajak terhadap Sektor Pendidikan
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk pendidikan ditetapkan sebesar Rp665 triliun atau setara 20% dari total anggaran belanja negara. Jumlah tersebut menjadi bentuk upaya pemerintah dalam mewujudkan visi negeri, yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa".
Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam pelaksanaan program-program pendidikan yang dianggap efektif. Program prioritas bantuan pendidikan yang dimaksud antara lain, Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Operasional Satuan (BOS), tunjangan kepada guru ASND, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan. Hasil dari program ini mampu menekan biaya pendidikan di intansi pendidikan negeri mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Akhir (SMA) sesuai program wajib belajar 12 tahun. Sedangkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, pemerintah telah membentuk program bantuan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan beasiswa berdasarkan prestasi melalui Beasiswa Maju Indonesia dan LPDP yang diberlakukan di perguruan tinggi negeri maupun swasta sehingga kesempatan untuk mengakses pendidikan jenjang tinggi semakin besar.
Namun, dunia pendidikan Indonesia ternyata masih belum dapat menjawab tantangan kemajuan zaman. Kondisi pendidikan Indonesia juga masih belum mampu menempati top 5 indeks pembangunan manusia (IPM) di ASEAN. Berdasarkan laporan UNDP, indeks pembangunan manusia (IPM) 2024 menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-112 dari 193 negara. Penilaian yang dilakukan oleh lembaga kependudukan dunia (UNDP) ini menempatkan Indonesia pada posisi ke-6 setelah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, dan Vietnam di kawasan ASEAN. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar.
Salah satu bentuk dukungan pemerintah dalam perpajakan untuk sektor pendidikan yaitu dengan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebelumnya jasa pendidikan termasuk ke dalam kategori negative list (jasa yang tidak dikenakan PPN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean, jasa pendidikan diubah dari Jasa Tidak Kena Pajak menjadi jasa yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan. Kebijaksanaan berupa penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di bidang pendidikan atau produk dan jasa yang berorientasi pada pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya dianggap mampu meringankan beban rakyat di bidang pendidikan. Prinsip no tax for knowledge (pembebasan pajak bagi pengetahuan) dapat menjadi semangat program ini.
Langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan cara memberikan insentif pajak bagi investor yang berkontribusi pada sistem pendidikan nasional. Dengan adanya insentif pajak akan mendorong investor untuk menanamkan modal dan menjadi bahan pertimbangan bagi investor itu sendiri. Dengan demikian, kontribusi dari berbagai pihak termasuk swasta terhadap sistem pendidikan Indonesia akan semakin meningkat sehingga tujuan pemerataan pendidikan perlahan akan tercapai.
Peranan Pajak terhadap Sektor Kesehatan
Pajak memiliki peran penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia, terutama dalam sektor kesehatan. Di tahun 2024, anggaran yang dialokasikan pada sektor kesehatan dalam APBN 2024 adalah sebanyak Rp186,4 triliun. Dimana anggaran tersebut meningkat 8,1% dibandingkan anggaran tahun 2023. Kenaikan ini juga mencerminkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia. Menurut MMB Health Trends 2024, diprediksi bahwa tren biaya medis atau kesehatan di Indonesia akan mengalami pertumbuhan hingga 13 persen dimana peningkatan tersebut merupakan kenaikan rata-rata secara industri.