1. Pendidikan Multikultural melalui Sastra Anak sebagai Media Pembelajaran Toleransi
Pendidikan multikultural merupakan proses penanaman nilai dan cara hidup yang menghormati, tulus, dan toleran terhadap keberagaman budaya yang ada di tengah masyarakat majemuk.
Di Indonesia, konsep multikultural bersifat normatif, yang berarti memberikan arahan bagi kepentingan berbagai kelompok masyarakat untuk memperkuat pengakuan terhadap identitas kebangsaan dan kelompok yang berbeda. Prinsip ini secara tegas tercantum dalam UUD 1945, yang mengakui bahwa rakyat Indonesia terdiri atas beragam suku dan etnis dengan hak yang setara sebagai bagian dari bangsa.
Keberagaman budaya di Indonesia merupakan kekayaan yang harus dilestarikan dan dihormati. Namun, tantangan muncul ketika sikap intoleransi, diskriminasi, dan prasangka mulai berkembang, terutama di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, pendidikan multikultural sangat diperlukan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi sejak usia dini. Salah satu cara efektif untuk mencapai hal ini adalah melalui sastra anak.
2. Sastra Anak sebagai Media Pendidikan Karakter
Anak-anak umumnya memiliki pola pikir yang imajinatif dan menyukai cerita bergambar, dongeng, atau buku cerita. Hal ini menjadikan sastra anak sebagai sarana yang ideal untuk menanamkan nilai-nilai positif, termasuk toleransi. Sastra anak mampu menyampaikan pesan-pesan moral secara halus namun mendalam, sehingga anak dapat memahami dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut tanpa merasa digurui.
Berbagai bentuk sastra anak, seperti cerita bergambar, puisi, dongeng, hingga biografi sederhana, dapat dimanfaatkan untuk membangun karakter anak yang menghargai perbedaan.
Menurut Pengantar Ilmu Sastra, sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki keunggulan dalam hal keaslian, keartistikan, dan keindahan isi maupun penyajiannya. Dalam konteks pendidikan dasar, pembelajaran sastra anak dilakukan secara bertahap. Tahap pertama adalah menumbuhkan kesenangan membaca tanpa paksaan. Melalui bacaan yang menarik, anak-anak akan belajar menikmati proses membaca, yang pada akhirnya membangun dasar kuat untuk mengapresiasi sastra.
Setelah kesenangan membaca tercipta, pembelajaran sastra dapat diarahkan pada tahap interpretasi dan apresiasi. Guru dapat mengajak siswa untuk mendiskusikan makna cerita atau puisi, menggambarkan tokoh favorit, atau bahkan memainkan adegan dalam cerita melalui drama pendek. Dengan demikian, pembelajaran sastra tidak hanya menanamkan nilai moral, tetapi juga melatih anak untuk berpikir kritis dan kreatif.
3. Menanamkan Nilai Toleransi melalui Sastra
Penanaman sikap toleransi sejak dini merupakan langkah penting untuk menciptakan generasi yang mampu hidup harmonis di tengah keberagaman. Guru dan orang tua memiliki peran besar dalam mengenalkan nilai-nilai ini. Salah satu caranya adalah melalui sastra anak yang mengangkat tema-tema keberagaman budaya, agama, dan latar belakang sosial.