Hari itu, cuaca sangat cerah. Matahari bersinar terang, menerangi sekolah yang biasanya dipenuhi tawa riang kami saat jam istirahat. Aku masih ingat, aku duduk di kelas 2 SD ketika obrolan itu dimulai.
Di sela waktu luang, aku dan teman-teman membicarakan suatu hal yang menarik, sejarah gedung sekolah kami. Sekolah ini memang bangunan tua, dengan tembok kusam dan jendela besar yang sering berderit tertiup angin. Desas-desus tentang asal-usulnya sudah lama terdengar, tetapi kami tidak pernah benar-benar memikirkannya.
Hingga Rani, salah satu temanku, tiba-tiba berkata serius, “Kalian tahu gak? Katanya gedung sekolah kita dulunya rumah sakit.”
Semua mata langsung tertuju padanya.
“Rumah sakit?”, tanyaku padanya
“Iya”, katanya.
Temanku bulang, dulu disini banyak pasien dirawat. Tapi karena sesuatu, rumah sakit ini ditutup dan jadi sekolah.
Obrolan itu mengubah suasana kelas. Beberapa teman mulai berbisik, ada yang ragu, ada pula yang penasaran. Aku bersama Raka, Dina, dan Fajar, sepakat untuk mencari tahu kebenarannya. Kami ingin tahu, apa yang sebenarnya tersembunyi di balik sejarah bangunan tua ini.
Saat jam istirahat, kami memulai “penyelidikan.” Kami berjalan berkeliling gedung sekolah, memeriksa ruang guru yang kosong, lorong gelap di belakang perpustakaan, bahkan kamar mandi yang katanya angker. Tapi kami tidak menemukan apa pun yang aneh.
Hingga akhirnya, kami tiba di kebun belakang sekolah. Kebun itu sunyi, jarang dijamah siapa pun. Pohon-pohon besar menjulang tinggi, semak-semak liar tumbuh subur, dan suasananya terasa lebih dingin dibanding tempat lain di sekolah.
Kami berjalan perlahan di antara semak-semak, mengamati setiap sudut. Dina, yang berjalan di depan, tiba-tiba berhenti mendadak.