Lihat ke Halaman Asli

Menjadi sang Pewaris Tahta

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia yang senang duduk ogkah di kursi yang di sediakan, dia yang sedang tertawa saat di luar sana tak berdaya. Ini lah kenyataan yang terjadi di negeri tercinta. Sudah lama merasakan hal yang tak pernah bisa di lewatkan. Melihat, namun bagai tak mendengar. Berawal dari pemimpin jaman dulu sampai sekarang pewaris tahta di negeri tercinta masih berjalan dengan apik dan mulus.

Berkedokan tahta sang promotor terdahulu, berkedokan sang pemimpin yang sedang duduk, ini semua cara mereka menikmati hal yang seharusnya dapat dinikmati oleh semua orang. Hiruk pikuk dunia perpolitikan di Indonesia sangat beragam penuh dengan warna-warni peran sang legenda. Beberapa partai menyimbollkan diri sebagai pahlawan yang akan menjadi pembela rakyatnya, tapi di balik itu semua masih banyak janji para pahlawan itu yang tak pernah di tepati.

Hari ini, mereka “rakyat” meminta janji yang pernah di buat. Sekarang kembali mereka menawarkan janji untuk masa depan. Indonesia negeri penuh dengan orang – orang terpelajar, penuh dengan orang-orang pintar. Tapi itu semua di gunakan untuk membodohi rakyat yang kurang pandai.

Tinggal menghitung beberapa saat lagi kita akan melakukan pemilihan untuk memilih Dia yang pantas duduk di atas sana dengan hati tulus dan rela untuk memperjuangkan rakyatnya. Mendekati ini semua banyak partai-partai yang mengambing hitamkan kegagalan-kegagalan terdahulunya. Apakah benar ini semua salah orang – orang yang terdahulu?

Tidak semua kesalahan yang sekarang terjadi di lakukan oleh orang-orang terdahulu, tidak mungkin adanya sekarang kalau tidak ada orang terdahulu yang memeprjuangkan, tidak akan ada yang menjadi pahlawan jika terdahulu tidak ada kesalahan. Tapi bukan kesalahan yang diharapkan, seharusnya. Sehingga beberapa orang memanfaatkan itu semua untu kambing hitamnya.

Dilihat dari segi etika, ketika ada yang melakukan kesalahan sebelumnya itu di sebabkan oleh beberapa orang, di antaranya pemimpin dan semua bawahannya. Dan satu lagi yang kadang terlupakan yaitu orang – orang yang tidak pernah mendukung semua kebijakan itu semua, mereka menyadari semua kesalahan pemerintah namun mereka hanya diam dan seakan menertawakan semua kesalahan tersebut dan menungggu, hingga merka keluar dan menyuarakan pembelaan.

Padahal, jika memang mereka sudah tau dari awal kenapa harus menunggu pemerintah melakukan kesalahan dan kenapa tidak memberikan pendapat atau turun langsung tanpa mengaharapkan penghormatan yang berlebihan.

Indonesia, sudah banyak yang mencoba jadi pemimpinmu namun tak sedikit dari mereka mengggunakan itu untuk kepentingan pribadinya. Siapa lagi yang akan menjadi pewaris tahta seanjutnya??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline