[caption id="attachment_186917" align="alignnone" width="256" caption="Pemandangan Bukit"][/caption]
Teguhlah Seperti Bukit (Tafsir surat At Tur)
Dalam surat ini, Allah bersumpah atas nama makhluknya yaitu, Tur dimaknai oleh ulama sebagai bukit. Disebutkan oleh ulama bahwa Tur adalah bukit yang terdapat pepohonan, namun bila tidak ada pepohonan, maka disebut sebagai Jabal. Dan juga Allah bersumpah terhadap kitab yang tertulis pada lembaran yang terbuka. Sumpah berikutnya atas nama Baitul Ma’mur yang diartikan sebagai Ka’bah, dan dalam Ibn Katsir disebutkan juga bahwa di langit untuk malaikat juga terdapat masjid Baitul Ma’mur yang seperti Ka’bah bentuknya dan setiap hari ada 70 ribu malaikat sholat yang mana bila malaikat masuk, maka malaikat yang di dalamnya tidak keluar. Allah juga bersumpah atas nama atap yang ditinggikan, yang diartikan sebagai langit dan laut yang bergelombang.
Sedangkan isi dari sumpahnya adalah adzab Allah pasti terjadi. Perhatikan dalam ayat ini menggunakan ‘lam kecil’ yang berarti pasti dan bukan ‘Lam alif atau lam panjang’ yang berarti tidak. Nah, beberapa tahun yang lalu ada isu bahwa minuman Coca Cola bila dibalik akan berbunyi “la Makka dan la Muhammad”, mungkin bila isu itu benar, harapannya tulisan itu berarti “tidak ada Mekkah dan tidak ada Muhammad”, namun sepertinya isu itu kurang ahli dalam berbahasa, karena tulisan dengan huruf ‘la kecil’ itu berarti “pasti”, maka sebenarnya itu berarti “pasti Mekkah dan pasti Muhammad”, maka saudara Muslim, jangan berkecil hati.
[caption id="attachment_186918" align="alignnone" width="233" caption="Logo Coca Cola"]
[/caption]
Dilanjutkan ya, bahwa adzab tersebut tidak ada yang menolak, ketika langit bergoncang dengan sungguh-sungguh, bagaimana langit berguncang? Kalau memahami langit hanya angkasa awan yang terlihat ketika kita memandang ke atas, mungkin kurang tepat, karena langit adalah bermakna luas sebagai jagad raya yang menurut penelitian ilmuwan Jerman berbentuk terompet itu.
Dan ketika gunung-gunung dengan sungguh-sungguh berjalan, ayat ini menyebutkan, “sungguh-sungguh berjalan”, bagaimana gunung bisa berjalan? Coba dipahami makna berjalan ini, berjalan dalam makna umum adalah berpindah dengan bergerak menggunakan kaki tanpa kehilangan volume perpindahan. Ini masih perlu dieksplor, khususnya menggunakan ilmu pengetahuan tentang alam.
Di bagian ini diceritakan pula bahwa sebagai kecelakaan bagi orang-orang yang mendustakan adzab Allah, sebaliknya bagi yang tidak mendustakan yang penuh nikmat di surga dengan jaminan nafkah yang nikmat dan kemudahan. Disebutkan pula ayat yang bila ditafsirkan oleh Ibn Katsir adalah bahwa orang-orang yang mencintai orang-orang shalih serta dia beriman dan muslim, maka akan dikumpulkan oleh Allah di surga bersama orang-orang yang dicintainya, walaupun kadar amalnya tidak sama.
Di bagian selanjutnya, Allah mengingatkan kepada Rasulullah bahwa Rasulullah bukan tukang tenung dan bukan pula orang gila ataupun seorang penyair yang ditunggu untuk celaka, maka Rasulullah pun diminta menjawab, “akupun termasuk orang yang menunggu bersama kamu”, dalam arti menunggu waktu datangnya adzab mereka seperti sumpah Allah di awal surat.
Di bagian ini juga terdapat tantangan Allah kepada orang yang meragukan wahyu Al-Qur’an yang berasal dari Allah agar orang yang meragukannya membuat serangkaian perkataan yang serupa dengan Al-Qur’an. Tidak bisa, bahkan mereka tidak beriman atasnya, atas penciptaan diri mereka sendiri, atas penciptaan langit dan bumi, atas kekuasaan Allah, atas pendengaran kepada hal gaib, ataukah mereka meneruskan paham Lata Uzza dan Manah? Ataukah dikira Rasulullah meminta upah kepada mereka? Ataukah mereka memiliki pengetahuan tentang hal gaib? Ataukah mereka sedang merencanakan tipu daya (padahal mereka yang akan terkena tipu daya)? Ataukah mereka memiliki tuhan selain Allah padahal Allah Maha Suci dari apa yang dipersekutukan?
Disinggung kembali tentang langit yang jatuh serta pemahaman oleh orang yang tidak beriman kepada adzab Allah sebagai “awan yang bertumpuk-tumpuk” saja. Silakan diekplorasi lebih lanjut.
Sehingga sampailah kita diminta untuk membiarkan mereka karena sudah adanya dakwah dan tidak berimannya mereka, sampai muncul hari yang dijanjikan, yaitu kiamat, yang tidak ada berguna tipu daya dan tidak ada pertolongan bagi mereka, selanjutnya sebagai orang dzalim tersebut ada adzab yang lebih dari kadar itu.
Di akhir surat, Rasulullah (dan ini juga untuk kita, umatnya) diminta bersabar terhadap keputusan Allah, karena Allah selalu mengawasi kita, selanjutnya kita diminta untuk bertasbih di setiap waktu, lebih khusus kepada sebagian malam dan di waktu terbenamnya bintang-bintang, yaitu fajar. Allah mengajarkan kepada kita waktu-waktu yang afdhol untuk mensucikannya.
Kesimpulan penulis terhadap surat ini adalah bahwa Muhammad Rasulullah dan umatnya untuk tetap selalu teguh beriman dan yakin adanya hari pembalasan, meskipun mungkin banyak orang yang akan meragukannya. Keteguhan iman tersebut bisa dipupuk dengan terus mensucikan Allah pada setiap waktu baik duduk ataupun berdiri.
Selamat tetap dalam keimanan dan keislaman yang rahmatan lil ‘alamin.
Sumber: dari pengajaran Habib Syauqi Al Haddad dari Ibn Tafsir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H