Lihat ke Halaman Asli

SBY di Atas Rel Sejarah yang Benar

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="328" caption="SBY dalam suatu kesempatan sedang "mempersilakan""][/caption]

Kalau kita ingin sejenak membaca lebih detail dengan alur sejarah negeri kita, kita patut bersyukur meski terjadi compang-camping di sana-sini, namun sepertinya negeri kita konsisten menuju sebuah negeri yang penuh kesejahteraan dan kemakmuran.

Aliran sejarah dimulai dengan kegigihan para founding father negeri ini dalam melawan sejarah baik dari kaum tradisional ataupun modern, baik secara perang ataupun diplomasi. Hingga akhirnya duet Pak Karno dan Bung Hatta mewakili seluruh rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ini bukanlah bukan sesuatu yang sederhana, meski banyak bangsa lain yang juga merdeka, namun banyak di antaranya kualitas kemerdekaannya berbeda, banyak di antaranya kemerdekaan diperoleh sebagai hadiah.

Kemerdekaan yang direbut tentu jauh berkualitas ketimbang kemerdekaan secara pemberian, karena ini membawa konsekuensi-konsekuensi yang harus dipenuhi oleh negara yang dimerdekakan kepada negara pemberi kemerdekaan, seperti status Persemakmuran, dsb.Ketika negara ini sudah dicetuskan sebagai pondasi awal dan sudah stabil beberapa puluh tahun kemudian, sehingga klaim dari penjajah sudah seolah dapat dinafikan, maka aliran sejarah tampuk pemerintahan berganti.

Melalui berbagai cerita yang berliku, maka jadilah pak Harto menjadi tokoh sejarah berikutnya dengan menjadi stabilisasi suasana kondusif bangsa dan melakukan pembangunan negeri. Pada saat ini kekuatan Eksekutif sebagai tiang negara begitu terlihat dominan, dominasinya mengalahkan suara Legislatif (DPR/ MPR), juga mengalahkan Yudikatif (lembaga hukum dan kehakiman). Pada saat itu dengan kasat mata terjadi banyak tindakan yang seolah menjadikan lembanga Legislatif dan Yudikatif sebagai macan ompong, bukan sebagai counterpart yang sejajar, namun lebih banyak sebagai underbouw. Seolah suara di Legislatif dan Yudikatif adalah hanya stempel penguat bagi kebijakan Eksekutif.

Ketika dominasi Legislatif sudah sangat kuat, maka dengan menafikan pak Habibie sebagai pengganti sementara beliau, munculah Gus Dur melalui kungfu dewa mabuknya. Pada saat pemerintahan Gus Dur inilah, seolah memberikan penguatan kepada Legislatif sebagai salah satu tiang negara. Pun, seolah sejarah mendorong hal itu dengan memilihkan pak Amien Rais sebagai ‘counterpart’ di MPR. Pak Amien adalah tokoh yang sangat sering berbeda pandangan dengan Gus Dur, walaupun sering berakhir dengan baik. Betapa bola-bola panas sepertinya dioperkan oleh Gus Dur kepada MPR untuk ditembakkan balik ke Gus Dur, yang tentu mewakili tiang Eksekutif.

Kita lihat dengan jelas sekali semasa Gus Dur posisi dominasi Eksekutif seolah tidak terlihat dan sangat dikalahkan oleh suara Legislatif, sebuah penjungkirbalikan. Posisi pemain waktu itu hanya bisa dipanggul oleh Gus Dur, karena kalaupun beliau mau tetap mempertahankan dominasi Eksekutif atas lembaga lain, tentu hal yang mudah melalui kompromi-kompromi politik dengan kekuatan incumbent, seperti jenderal korup, pengusaha serakah, dan tokoh-tokoh penjilat. Dalam masa yang sangat pendek, Gus Dur melalui drama yang seolah menurunkan derajatnya, telah berhasil memberikan posisi seimbang antara Eksekutif (Presiden) dan Legislatif (MPR/DPR).

Berikut setelah Gus Dur lengser, posisi presiden digantikan oleh bu Mega yang mohon maaf, dalam kaidah berdasarkan lokasi kelahiran, beliau lahir di Yogyakarta yang dapat diartikan sebagai ‘solusi tanpa peperangan’. Sepertinya aliran sejarah seolah memberikan peluang bagi tiang Legislatif untuk memperkuat keberadaan tiang itu tanpa hantaman balik dari pihak Eksekutif (pengganti Gus Dur). Dan tiang Legislatif itupun menjadi sedemikian kuat sehingga siap untuk bersama dengan tiang Eksekutif mendorong pembangunan tiang Yudikatif.

Pemilu berikutnya menasbihkan SBY sebagai presiden, dengan modal jenderal ahli strategi (dibuktikan lebih banyak di belakang meja), kharisma ketampanan, dan modal jaringan yang kuat, beliau dinyatakan memenangkan pemilu mengalahkan mantan atasannya, bu Mega. Pada masa ini, jelas disuguhkan dan dapat melihat bersama betapa tiang Yudikatif ditegakkan, maka dibentuklah lembaga-lembaga kehormatan pendamping yang menjadi counterpart bagi lembaga sebagai tiang penyangga Yudikatif yang sudah ada, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Maka ditegakkanlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dibentuklah Mahkamah Konstitusi (MK), dan selanjutnya seolah terdapat drama-drama yang lumayan seram dengan mulai terbongkarnya kasus-kasus mafia peradilan, titik akhir aktivitas Yudikasi.

Mungkin sebagian kita gemas melihat SBY yang lebih terlihat untuk bersolek, ingin terlihat flamboyan dan melankonis dengan menciptakan lagu, terlihat kurang tegas, dan seterusnya. Namun, seolah itulah kehendak untuk menuju visi kesejahteraan dan kemakmuran itu, mengapa demikian? Ya, karena bila SBY terlihat tegas, keras, lebih menonjolkan otot ketentaraannya, maka apa beda dengan sejarah presiden sebelumnya (pak Karno, pak Harto, dan Gus Dur)? Posisi SBY sudah benar, seolah membiarkan pendewasaan tiang Yudikatif melalui penguatan tiang-tiang penyangganya.

Kita berharap SBY sukses memperkuat tiang terakhir negeri ini, yaitu Yudikatif, setelah tiang Eksekutif dan Legislatif bisa dibilang sukses dikuatkan oleh presiden sebelumnya. Apabila tiang Yudikatif ini kuat, dalam arti ada dan berfungsi dengan baik mewujudkan dan menjaga keadilan, maka diyakini kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini akan mudah terwujud. Tentunya SBY kali ini yang asli dari Pacitan, dalam bahasa Jawa berarti suguhan makanan, sedang menyuguhkan dan memberikan peran bagi para tamunya untuk beraksi.

Semoga!

Bangkitlah negeriku, majulah bangsaku!

Ditulis oleh Cak Usma dengan mengambil dari beberapa sumber media.


@Cak_Usma

Penulis adalah ketua Persaudaraan Profesional Muslim Aswaja

Silakan mengunjungi Search Engine Muslim www.aswajanu.com dan Ensiklopedia Digital http://wiki.aswajanu.com

==============================================================



Kali aja menarik buat Anda:

---------------------------------

Ada Apa Sebenarnya dengan Mesir? (Sebuah Telaah Singkat & Runtut sejak Pra-Kejatuhan Mubarak)

Selamat Hari Pancasila (Jalur Tepat Menuju Mercusuar Dunia)

Salam #IndonesiaMercusuarDunia (Sebuah Uraian Bidang Pembangunan Indonesia & Relasinya dalam Internal, Lokal, Regional, dan Internasional)

Konflik Regional di Seputar Indonesia

Indonesiaku, Adakah Kau Termozaik?

Keterbukaan Media vs Pergeseran Nilai

Pancasila, Dasar Negara (Islam) Indonesia

Mubarak, Andai NU Tertarik Sewenang-wenang

Apa Kabar Jazirah Arab, Mei 2012?

FPI, Jangan Dimatikan, Dijaga Saja!

FPI vs JIL, Sebuah Dramatikal?

FPI, Mengapa Harus Ada?

Setelah SBY, Siapa?

Cara Melihat Permasalahan Terkini Negara Kita

Mengapa Sekarang Seolah Semuanya Mengarah ke Indonesia?

SBY, Tetaplah Dulu Pikul ‘Amanah’ Itu!

Ekonomi, Penggerak Chaos Politik di Afrika?

Akankah SBY Tergelincir?

SBY di Atas Rel Sejarah yang Benar

Jayalah Indonesia: Terima Kasih Pak Harto, Gus Dur, Pak Amien

Aa Gym, Icon Kekuatan Hijau Terakhir?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline