Lihat ke Halaman Asli

Caksi Official

Konten Kreator/Penulis

Wayang Kiai: Akulturasi Islam Jawa melalui Proses Penciptaan Wayang Kiai oleh Ki Cahyo Kuntadi

Diperbarui: 25 November 2024   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hadratussyeikh K.H M. Hasyim Asy'ari merupakan sosok tokoh agama yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai pendiri dari Organisasi Islam Nahdlatul Ulama. Selain itu beliau juga merupakan pahlawan nasional yang gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan dengan memberikan Fatwa Resolusi Jihad untuk membakar semangat pejuang kemerdekaan dalam mengusir penjajah. Riwayat panjang K.H Hasyim Asy'ari ini mendorong Universitas Airlangga Surabaya untuk mengabadikan kisah beliau dalam pagelaran wayang kulit yang bertajuk Wayang Kiai dengan lakon Banjaran Hadratussyeikh K.H Hasyim Asy'ari. Ki Dalang Cahyo Kuntadi, S.Sn., M.Sn mendapatkan kehormatan luar biasa untuk membawakan kisah ini dalam gelaran wayang kulit yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 2 November 2024 di halaman Gedung Pacasarjana Universitas Airlangga, Surabaya. Wayang kiai merupakan wayang inovasi baru yang memerlukan riset panjang dan mendalam. Prof. Bambang Cahyadi dari Universitas Airlangga dan K.H Abdul Hakim Mahfudz atau Kyai Kikin dari Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang menjadi narasumber dalam proses riset wayang kiai ini.

  • Peran K.H Hasyim Asy'ari dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

K.H Hasyim Asy'ari merupakan sosok tokoh agama dan pahlawan nasional Indonesia yang lahir pada 14 Februari 1871 di Jombang, Jawa Timur. Beliau dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, K.H Hasyim Asy'ari berperan aktif dalam menghadapi penjajahan Belanda. Beliau mengeluarkan fatwa resolusi jihad yang mengajak umat Islam untuk melawan penjajah, terutama saat Belanda berusaha merebut kembali kekuasaan setelah diikrarkan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Fatwa ini menjadi semangat bagi para pejuang kemerdekaan untuk terus maju dalam melawan penjajahan. Perjuangan K.H Hasyim Asy'ari tidak terbatas pada masa penjajahan Belanda. Beliau juga menentang invasi Jepang dengan menolak perintah dan kebijakan Jepang dan Seikerei. Hal ini menunjukkan komitmennya yang absolut terhadap kemerdekaan dan martabat bangsa Indonesia.

  • Wayang sebagai Media Pengenalan K.H Hasyim Asy'ari pada Generasi Muda

Pertunjukan wayang merupakan salah satu produk budaya Islam yang hingga saat ini masih eksis dan bertahan di tengah era globalisasi yang semakin berkembang pesat. Wayang merupakan sebuah produk kebudayaan yang diciptakan oleh Walisongo dan dipergunakan sebagai media dalam penyebaran dakwah agama Islam, khususnya di Pulau Jawa. Wayang diakui secara resmi oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity (Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Takbenda Manusia) pada 7 November 2003. Pengakuan ini diberikan karena wayang memiliki nilai budaya yang tinggi, mencakup seni pertunjukan, tradisi lisan, seni rupa, serta nilai-nilai filosofis yang mengajarkan kebijaksanaan moral. Inilah yang juga menjadi alasan diangkatnya riwayat K.H Hasyim Asy'ari dalam bentuk lakon wayang "Banjaran Hadratussyeikh K.H Hasyim Asy'ari". Wayang yang bersifat universal dan kompleks membuat riwayat K.H Hasyim Asy'ari dapat tersampaikan secara detail dan mendalam. Terlebih didukung dengan iringan yang tersaji dalam bentuk gending-gending pakeliran akan mendukung dramatisasi suasana sehingga menarik minat banyak khalayak. Selain itu, dengan mengkolaborasi wayang yang merupakan produk budaya dengan sejarah biografi tokoh ulama akan menunjukkan bahwa budaya dan agama merupakan kesatuan yang berjalan beriringan dan bersifat luwes. Ini dapat mematahkan asumsi yang mengatakan bahwa budaya dan agama tidak dapat berjalan beriringan.

  • Tantangan Baru bagi Ki Cahyo Kuntadi

Pagelaran wayang kiai ini diinisiasi oleh Universitas Airlangga dalam rangka acara Dies Natalis yang ke-70. Adanya pertunjukan wayang yang mengangkat riwayat hidup K.H Hasyim Asy'ari ini merupakan sesuatu yang berbeda dan istimewa. Pagelaran wayang kiai yang disajikan secara langsung di hadapan banyak kalangan mulai dari pecinta wayang, pengamat budaya, pakar sejarah, hingga ulama membuat ini menjadi suatu tantangan yang luar biasa bagi Ki Cahyo. Namun dibalik itu, Ki Cahyo mengungkap bahwa disaksikannya wayang kiai oleh banyak kalangan justru menjadi pemantik bagi beliau agar selalu fokus dan berkreatif. Terlebih dalam wayang kiai ini banyak memuat pesan moral untuk terus bersemangat dalam menjaga kedaulatan NKRI melalui Fatwa Resolusi Jihad. Ki Cahyo berharap semoga adanya wayang kiai ini dapat melegitimasi fungsi wayang sebagai penyampai pesan moral seperti di era Walisanga pada waktu itu.

Menyajikan wayang kiai ini bukanlah perkara yang mudah. Wayang kiai memuat nilai sejarah besar sosok yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. K.H Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), cicit dari K.H Hasyim Asy'ari sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng mengungkap bahwa adanya wayang kiai ini sebagai media untuk meluruskan sejarah dan juga untuk mengedukasi masyarakat luas terkait jiwa kepahlawanan K.H Hasyim Asy'ari yang diharapkan agar nantinya masyarakat dapat lebih mencintai tanah air Indonesia.

Senada dengan hal tersebut, Prof Bambang Cahyadi, seorang guru besar Ilmu Akuntansi Ekonomi Universitas Airlangga mengungkapkan, Universitas Airlangga sebagai salah satu universitas terbesar di Indonesia merasa perlu untuk melakukan penggalian kembali nilai-nilai yang ditanamkan oleh Hadratussyeikh K.H M. Hasyim Asy'ari sebagai landasan untuk hidup berbangsa dan bernegara. Bukan hanya nilai cinta tanah air namun juga aspek-aspek lain seperti metode pendidikan pesantren yang tidak hanya membekali santri dengan ilmu, namun juga menciptakan manusia yang memiliki adab sehingga moral menjadi pondasi utama dalam membawa masa depan bangsa.

  • Proses Penciptaan Boneka Wayang Kiai

Sujar Krisna Widianto, merupakan sosok dibalik terciptanya boneka wayang kiai. Dalam membuat sketsa wayang kiai, beliau terinspirasi dari bentuk wayang kulit purwa mulai dari pola postur tubuh wayang dan bedahan atau bentuk muka. Pengadaptasian penokohan antara wayang kulit purwa dengan wayang kiai cukup menarik. Sujar mengungkap bahwa dalam menyorek tokoh wayang kiai ini, beliau mencari figur-figur wayang kulit yang memiliki kesamaan karakter dengan tokoh-tokoh yang akan mengambil peran dalam gelaran wayang kiai. Contohnya tokoh K.H Hasyim Asy'ari yang diadaptasi dari tokoh wayang kulit Abiyasa ataku Resi Wiyasa yang memiliki karakter berwibawa, bijaksana, tegas, lugas, dan arif. Kemudian tokoh lain seperti tokoh prajurit Indonesia diadaptasi dari tokoh wayang Setyaki, Antareja, Gathutkaca, dan Antasena, tokoh Jendral Mallaby dan prajurit Jepang diadaptasi dari tokoh Boma Encik dengan beberapa gubahan seperti di area mata dibuat lebih sipit agar lebih terlihat karakter penokohannya. Kemudian tokoh Wahid Hasyim diadaptasi dari tokoh Narayana, dikarenakan kedua tokoh tersebut memiliki persamaan karakter seperti dalam hal kecerdasan, sikap adil, dan bijaksana. Proses pembuatan boneka tokoh-tokoh wayang ini dilakukan secara bersama-sama dari Sanggar Madhangkara dan juga dibantu oleh mahasiswa jurusan pedalangan dari Institut Seni Indonesia Surakarta.

  • Riset Panjang dalam Penyusunan Sanggit Cerita Wayang Kiai

Dhawuh langsung yang diberikan oleh K.H Abdul Hakim Mahfudz atau Kyai Kikin dan Prof. Bambang Cahyadi menjadi bekal bagi Ki Cahyo dalam menyusun sanggit cerita wayang kiai. Selain itu dalam proses penyusunan naskah, Ki Cahyo juga dibantu oleh Wejoseno Yuli Nugroho, S.Sn., M.Sn. Seno mengungkap bahwa penyusunan naskah ini merupakan suatu riset panjang dikarenakan berbagai versi yang didapat, seperti dhawuh dan buku-buku dari Kyai Kikin serta tulisan dari K.H Agus Sunyoto. Sumber-sumber tersebut memberikan informasi yang sangat banyak mengenai sosok K.H Hasyim Asy'ari dan keadaan di Surabaya saat itu. Tantangan dalam menulis naskah pedalangan tentu berbeda dalam menulis naskah film, yang dalam eksekusinya mampu menerapkan beberapa trik agar alur menjadi lebih menarik. Banyak masukan dari diskusi panjang antara Mas Seno dengan Ki Cahyo dalam menata alur cerita agar bisa semenarik mungkin serta nilai-nilai moral yang tersirat maupun tersurat dalam riwayat hidup K.H Hasyim Asy'ari dapat tersampaikan dengan baik. Salah satu hal menarik yang membuat Seno sangat berhati-hati dalam penyusunan naskah wayang kiai ini adalah culture yang ada dalam lingkungan pondok pesantren, terutama tentang adab. Seperti misalnya adab antara santri dengan kyainya dan kyai dengan gurunya.

  • Garap Gendhing yang Kental dengan Nuansa Religi

Salah satu keuntungan yang dimiliki dalam proses penyusunan gending untuk wayang kiai ini adalah Karawitan Madhangkara yang sudah memiliki beragam vocabuler atau gendhing-gendhing yang kental dengan nuansa Islami. Hal ini sangat membantu untuk mengoptimalkan suasana adegan pakeliran yang diinginkan dalam gelaran wayang kiai. Daryanto, S.Sn yang merupakan penata gending mengungkap bahwa ada 2 metode yang digunakan dalam penyusunan garap gending untuk wayang kiai. Pertama, dengan menerapkan materi-materi yang sudah ada seperti menyajikan Lagu Hasbunallah karya dari Ki Sukron Suwondo dan aransemen lagu Alamate Anak Sholeh yang kerap ditampilkan dalam pagelaran wayang kulit Ki Cahyo Kuntadi. Tentunya karakter materi yang dipilih ini disesuaikan dengan adegan-adegan yang akan dibangun berkaitan dengan wayang kiai. Kemudian metode yang kedua adalah membuat materi baru untuk adegan-adegan yang memerlukan nuansa khusus. Nuansa khusus yang dimaksud dalam hal ini adalah berkaitan dengan suasana atau karakteristik tertentu seperti alam nusantara, kentalnya nuansa islami, nuansa penjajahan kolonial dan Jepang. Salah satu materi baru yang ada dalam wayang kiai ini adalah Gendhing Bhumi Giri Bahari karya dari Dr. Peni Candra Rini., M.Sn yang dijadikan gending pembuka saat bedhol kayon.

Dalam penyusunan gending ini, Daryanto juga menerapkan sistem kolaborasi dengan Ki Cahyo sebagai dalang. Ini dilakukan karena menjadi hal yang sangat memungkinkan dalang memiliki harmoni musikal tersendiri dalam merespon suatu adegan. Dengan sistem kolaborasi ini, akan membantu jalannya proses latihan karena gending yang dipilih sudah sejalan dengan keinginan dalang, sehingga curahan ekspresi dan olah rasa bisa totalitas.

Setiap karya besar selalu lahir dari proses yang panjang dan penuh dedikasi. Pagelaran Wayang Kyai adalah bukti nyata bahwa kerja keras, kreativitas, dan semangat menjaga tradisi mampu menghasilkan gelaran yang luar biasa. Semoga pagelaran wayang kiai ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi warisan budaya yang melekat di hati banyak kalangan dan terus dikenang sebagai inspirasi bagi generasi mendatang untuk mencintai dan melestarikan kebudayaan Indonesia. Terima kasih atas apresiasi dan dukungan yang telah diberikan. Salam budaya!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline