Lihat ke Halaman Asli

London: Satu di Antara Dua Kota dalam Sebuah Mantra Pesantren yang Bertuah

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

....berotak London, berhati masjidil haram (mekah)

Dahulu waktu saya nyantri di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan Jombang, ada salah satu moto, jargon, atau apalah yang saya lebih suka menyebutnya mantra  yang sangat terkenal, yaitu : berotak london, berhati masjidil haram (Mekah). Mantra ini konon mulai populer di kalangan para santri  sejak salah satu pesantren besar dan termashur di Kabupaten Jombang ini diasuh oleh (alm) Kyai Haji Musta'in Romly (yang lebih merakyat dipanggil  dengan kyai Ta'in). Yang kemudian mantra ini menjadi 'getok tular' di antara para santri secara turun temurun dari generasi ke generasi hingga saat ini. Kyai Tain adalah kyai karismatik yang sangat tersohor sebagai mursyid (baca: guru) thariqah (gerakan sufisme islam) dengan puluhan ribu jamaahnya pada jaman nya saat itu. Sang kyai adalah juga pendiri Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang, salah satu universitas swasta Islam terbaik yang alumninya sangat disegani pada masa nya i.e.  sekitar  tahun 80-90 an.

Waktu saya di pondok Njoso (panggilan rakyat untuk pesantren ini), yaitu pada tahun 1999-2002, mantra ini begitu melekat di hati saya. Bagaimana tidak, mantra itu tertulis di back cover buku saku amalan harian para santri yang terdiri dari bacaaan istigotsah, tahlil, sholawatan, dll. yang kemana-kemana selalu saya bawa. Sudah menjadi tradisi pesantren dari awal berdiri hingga saat ini, bacaan istigotsah  ini secara rutin diamalkan setiap setelah sholat ashar dan sholat subuh.Seolah istigotsah ini adalah ruh yang menjiwai damai dan tentramnya kehidupan pesantren. Buat saya pribadi, mantra ini bukanlah sekedar mantra biasa. Dari sekedar tulisan tanpa nyawa di back cover sebuah buku saku, mantra itu diam-diam merasuk dan kemudian terhujam kuat dalam hati saya. Yang kemudian menumbuhkan  khayalan saya terbang tinggi di angkasa,  yang melahirkan seribu asa dan sejuta harapan dalam jiwa. Bahkan mampu membangkitkan gairah hidup di sekeliling saya. Mantra itu membuat saya menghayalkan betapa indahnya kota London, betapa modern dan megahnya salah satu kota simbol kejayaan peradaban manusia pada saat itu dan mungkin hingga saat ini. Mantra itu juga turut membawa saya terhanyut dalam ilusi betapa nikmat dan khusuknya berdoa , membasahi keringnya jiwa di tempat suci masjidil haram di kota Mekah itu. Dari sebuah mimpi, mantra itu pun melahirkan sebuah janji diri. Sebuah janji diri bahwa suatu saat saya harus melihat dengan mata dan kepala saya sendiri dua kota Impian tersebut. Walaupun pada saat itu, itu hanyalah sebuah hayalan kosong seorang santri miskin  kampungan belaka. Sebenarnya, mantra itu adalah sebuah pesan dari Sang kyai untuk para santri untuk tidak mendikotomi ilmu menjadi dua ilmu yaitu ilmu agama dan ilmu umum yang seolah tidak pernah memiliki titik temu, bahkan saling bertentangan. Pada umumnya, kalau membicarakan pesantren, orang pasti berfikiran  bahwa pesantren itu adalah hanyalah tempat untuk belajar ilmu agama atau ilmu akhirat saja. Memang ada benarnya, dulu pesantren memang identik dengan tempat orang ngaji (menkaji, red) kitab-kitab klasik (biasa disebut dengan kitab kuning) rujukan ilmu-ilmu agama Islam seperti ilmu  fiqih, hadis, tafsir, bahasa Arab, tasawuf, dll. Pesantren yang seperti ini disebut sebagai pesantren Salaf ( jangan salah arti dengan aliran syalafi wahabi yang berbaya itu ya). Pesantren seperti ini, meskipun masih ada, saat ini keberadaanya sudah mulai terkikis karena tergilas oleh angkuhnya perubahan jaman yang semakin materialistis.

Oleh karena pandangan yang menyesatkan itu, Pesantren Darul Ulum, sejak dahulu sangat konsisten untuk tidak mendikotomi ilmu menjadi  Ilmu agama dan Ilmu Umum. Ilmu adalah ilmu, yang pada hakikatnya semuanya bersumber dari Allah. Para pendiri Darul Ulum berkeyakinan bahwa, dikotomi ilmu itu adalah taktik orang Belanda untuk membodohi umat Islam. Untuk itu,di pesantren ini  santri wajib belajar ilmu kedua-keduanya. Tidak boleh belajar ilmu agama saja atau sebaliknya hanya belajar ilmu umum saja. Pesantren Darul Ulum adalah simbol pesantren yang berhasil menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu umum, atau dikenal dengan pesantren Khalaf (Modern, red). Tidak mengherankan jika pada akhirnya di pesantren ini  kemudian berdiri sekolah-sekolah umum dari tingkat SD, SMP, SMA, SMK, hingga Perguruan Tinggi. Yang kualitasnya tidak kalah, bahkan lebih unggul dengan sekolah-sekolah umum di luar pesantren. Diantara sekolah-sekolah itu, saya dulu memantapkan hati saya untuk memilih sekolah di STM Telkom Darul Ulum,  yang saat itu memiliki satu jurusan yaitu Jurusan elektronika komunikasi /Informatika. Dengan alasan pada saat itu di Tahun 1999, hal-hal yang berbau teknologi informasi/informatika, terdengar begitu sangat keren sekali di telinga saya.

Konsekuensi logis dari menggabungkan ilmu umum di pesantren adalah banyaknya Jumlah ilmu yang harus dipelajari oleh para santri. Sehingga, mungkin bisa jadi STM Telkom Darul Ulum saat itu  adalah salah satu sekolah dengan jumlah mata pelajaran terbanyak di dunia. Bayangkan, Saat itu saya harus belajar mulai jam 07.00-16.00 setiap hari kecuali hari Jumat. Di sekolah ini dan semua sekolah lainya di Darul Ulum, Pelajaran dibuka dengan membaca Alquran selama 15 menit, kemudian diikuti mata pelajaran-mata pelajaran lainya. Mata pelajaran yang harus saya pelajari saat itu sangat banyak sekali, mungkin ada sekitar 35 mata pelajaran. Kenapa demikian? karena sekolah ini menggabungkan 4 kurikulum sekaligus. Pertama adalah kurikulum pesantren, dimana saya harus belajar bahasa arab modern, ilmu alat (nahwu dan sharaf), ilmu alquran, tafsir, hadist, fiqih, aqidah, dll. bahkan pelajaran membaca kitab kuning. Kedua kurikulum Nasional STM Jurusan Elektronika komunikasi. Ini lebih gila lagi jumlah mata pelajaranya, semua mata pelajaran SMA IPA kecuali Biologi,  masih ditambah dengan mata pelajaran kejuruan elektonika komunikasi, dimana saya harus belajar teknik sistem digital, rangkaian elektronika, gambar teknik, teknik instalasi listrik, teknik audio video, dll. Sangking banyaknya, saya sampai heran jurusan elektronika komunikasi kok ya ada mata pelajaran teknik instalasi listrik . Ketiga Kurikulum Informatika. Ceritanya pada tahun 1999 pemerintah belum ada SMK jurusan Teknologi Informasi seperti sekarang. Sehingga belum ada kurikulum nasional untuk SMK jurusan informatika. Tapi rupanya, kyai saya (alm) KH As'ad Umar lebih cerdas duluan menangkap perkembangan jaman, sehingga tahun 1996 memaksa mendirikan STM Telkom dengan jurusan Informatika di pondok pesantren Darul Ulum. Dengan kurikulum informatika made in pesantren ini saya harus belajar bahasa pemrograman, sistem basis data, sistem informasi manajemen, teknik dan sistem komputer, sistem jaringan komputer, dll.Saya masih ingat, betapa senangnya saya saat itu bisa bikin game sederhana pakek bahasa pemorgraman Basic pada saat masih duduk di kelas 1 STM. Kurukulum yang keempat, yang terakhir adalah Kurikulum Telekomunikasi, ini lebih sadis lagi, tidak ada kurikulum nasionalnya. Guru kami yang ngajar mata pelajaran pada kurikulum ini cuman ada dua orang. Keduanya sebenarnya bukan seorang guru melainkan praktisi di Industri telekomunikasi. Yang pertama adalah seorang karyawan PT Telkom, Pak Adi namanya, beliau adalah alumni STT Telkom Bandung. Yang kedua adalah Pak Djungkung Prabowo, seorang karyawan pakarnya jaringan telekomunikasi di PT XL , alumni ITB Bandung. Dari kedua guru hebat ini saya belajar banyak tentang sistem telekomunikasi, teknik jaringan kabel, teknik switching, dll.

Keempat kurikulum ini dicampur aduk  jadi satu di sekolah kami. Jadi dalam satu hari yang sama, habis belajar membaca kitab kuning, kita belajar nyolder  untuk membuat perangkat elektronika. Habis belajar dan hafalan hadist kita harus belajar membuat program. Semua campur aduk jadi satu dan semuanya sama penting nya. Tidak ada satu ilmupun  yang dianaktirikan.Walaupun terkadang tidak terbayangkan juga waktu itu, betapa banyak ilmu-ilmu yang bersaing untuk  masuk dan mengendap di otak saya. Dan saya tidak pernah tahu mana dari ilmu-ilmu itu yang akan bermanfaat buat kehidupan saya selanjutnya. Setelah melewati hari yang panjang, bergelut dengan berbagai ilmu. Akhirnya, kegiatan belajar di sekolah ini berakhir pada pukul16.00. Selepas sekolah dan sholat ashar, saya kembali harus mengejar waktu untuk mengikuti pengajian kitab hadist jawahirul bukhori yang diselenggarakan sampai menjelang sholat maghrib di serambi masjid utama pondok induk pesantren Darul Ulum. Usai sholat maghrib berjamaah di Masjid ,  "Penderitaan" kami tidak berhenti disitu. Kami, semua santri diwajibkan untuk mengikuti pengajuan kitab kuning. Ada banyak pengajian kitab kuning, kita para santri dibebaskan memilih sesuai dengan tingkatan dan selera ilmu masing-masing. Saya pribadi lebih memilih ikut pengajian kitab tafsir jalalain dan kitab minhajul abidin (kitab berat karya Imam Alghazali) dengan (alm) KH. Hannan Maksum. Kegiatan ini berlangsung hingga waktu menjelang sholat isyak. Sehabis sholat isyak, kegiatan 'luru ilmu' ini pun masih berlanjut. Kami harus memasuki kelas Madrasah Diniyah. Berbeda dengan pelajaran di sekolah, di Madrasah ini kita hanya khusus mendalami ilmu-ilmu agama seperti fiqih, akhlak taklim mutaalim, aqidah, nahwu shorof, dll. Kegiatan di madrasah ini terus berlanjut hingga pukul 09.00 Malam. Barulah setalah jam 09.00 malam ini, kita diberi kebebasan melakukan aktivitas masing-masing  seperti makan malam dan sebagainya. Seringkali waktu malam itu harus dihabiskan dengan menyelesaikan PR dari sekolah, hingga tertidur dan terbangun kembali menjelang sholat Subuh berjamaah di pagi buta. Terkadang rangkaian menimba ilmu ini terasa berat. Sebagai santri biasa, saya sering tertidur tanpa sadar waktu sedang ngaji habis maghrib Sehingga kitab saya banyak yang bolong-bolong belum dimaknai (biasanya sambil membaca kitab klasik berbahasa arab tanpa harokat, kita menulis artinya dalam bahasa jawa dalam tulisan pegon/arab jawi). Tidak jarang pula saya tertidur di atas bangku madrasah diniah, bahkan sering pula tertidur saat menunggu giliran 'setoran' bacaan Alquran selepas habis sholat Subuh. Tapi itulah seninya menuntut ilmu. Biar ngantuk dan tertidur, satu jam di majelis ilmu lebih utama daripada sholat sunat 1000 rakaat. Dan meskipun kita tidak pernah tau, kapan dan ilmu yang mana yang akan bermanfaat suatu saat nanti. Pokoknya yang lebih penting adalah kita pelajari dahulu semuanya. Disaat jiwa merasa lelah, dan otak merasa jengah, Mantra 'berotak Londok, berhati masjidil haram'  seolah memberikan gairah kembali untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu dengan terus giat belajar dan terus belajar. Mantra itu tak ubahnya sebuah charger yang memberi energi kembali ketika baterai semangat belajar saya mulai melemah. ** Begitulah sepenggal cerita dari cerita panjang di kehidupan pesantren yang penuh makna, yang mungkin jika dituliskan akan menjadi trilogi Novel pendingin jiwa. Tetapi pada intinya, misi dari pesantren Darul Ulum adalah mencetak generasi muda yang cerdas otaknya, secerdas otak orang-orang yang membangun peradaban di kota London, di Inggris. Tidak hanya cerdas otaknya, tetapi juga bersih, bening dan suci hatinya seperti hati orang-orang yang sedang bersujud di masjidil haram di kota Mekah, Saudi Arabia. *** Setelah 10 tahun meninggalkan bumi perjuangan Darul Ulum, dan kota Santri Jombang seperti kupu-kupu yang keluar dari kepompong. Rupanya rapalan mantra yang telah berubah menjadi mimpi-mimpi  itu, Hari ini, Allah berkenan merubahnya menjadi sebuah kenyataan yang sangat indah. Ya, hari ini saya melihat kota London dengan mata dan kepala saya sendiri. Ketika untuk pertama kali saya menginjakkan kaki di kota ini, seolah sukma saya berteriak kencang-kencang  "LONDON, Finally I visit you !". Jiwa saya pun seolah tak henti-hentinya berdesis, " Oh.... Gusti ini to..... yang namanya kota LONDON itu". di kota itu, akhirnya kusaksikan betapa megahnya Istana Buckingham, kediaman resmi Ratu Inggris itu.

indahnya tata kota London, dikelilingi taman-taman kota yang sangat Cantik dan menyejukan pandangan. Di salah satu taman kota  itu ada danau buatan yang airnya mengalir ke sungai. Disana kulihat ratusan berbagai jenis burung dan unggas yang bulu dan paruhnya berwarna warni, yang seolah menyambut dan menghibur para pengunjung yang datang.

Ku saksikan pula gagahnya Bigbang Tower, landmark kota London itu. Serta kurasakan betapa Romantisnya suasana di sekitar sungai Thames yang membelah Kota London itu. Begitu takjub mata ini menyaksikan London eye, sebuah keranjang berputar yang akan membawa kita melihat kota London dari sebuah ketinggian di angkasa.

Di kota ini pula akhirnya saya bisa melihat secara langsung betapa sibuknya orang-orang bule Inggris itu, yang biasanya hanya dapat saya lihat dari Film. Peradaban orang Inggris ini ternyata mudah sekali dipelajari dari banyaknya  museum-museum yang tersebar di kota London. Museum-museum ini mendokumentasikan peradaban orang Eropa dan orang Inggris pada khusunya sejak jaman pra sejarah, jaman romawi, jaman revolusi industri, perang dunia hingga peradaban kontemporer saat ini. Hebatnya adalah, semuanya terdokumentasikan dengan sangat-sangat baik  dan dikemas dalam kemasan yang sangat menarik sekali.

Sungguh, kenikmatan yang luar biasa. Sungguh, kebahagian yang tak terkira. Pada saat melihat, mimpi itu jadi sebuah kenyataan. Dan di atas semua kenikmatan dan kebahagian  itu semua adalah, ternyata Allah memberi kesempatan saya untuk menuntut ilmu di negeri nya Ratu elisabeth ini selama tiga tahun kedepan. Saya mendapat kesempatan menempuh pendidikan program Doktor saya dengan beasiswa di Sekolah Ilmu Komputer, Universitas Nottingham. Salah satu kampus terbaik di Inggris, dan salah satu kampus terbaik di dunia juga tentunya. Alhamdulilahirabbilalamin.... Matur nuwun Gusti !! *maka nikmat Tuhan mana yang engkau dustakan?* Jika Allah sudah memperlihatkan saya pada kota pertama dalam rapalan mantra bertuah itu. Mudah-mudahan Allah, berkenan juga memperlihatkan saya pada kota kedua dalam mantra bertuah itu yaitu  Masjidil haram di kota Mekah.  Walaupun Entah kapan. Toh, Insya Allah., Jika Allah berkehendak, apa yang dikehendakinya terjadi maka terjadilah.

* Doa itu senjatanya orang  yang beriman, jika percaya, berdoalah, dan Tuhan pasti akan mengabulkan *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline