Lihat ke Halaman Asli

Cakra Union

Peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM 2) Universitas Negeri Malang

Komunitas Pelanusa, SDGs untuk Pemberdayaan Perempuan

Diperbarui: 13 Oktober 2022   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ket: Foto bersama founder dan CEO Pelanusa

Pada pekan ini, rombongan tim Modul Nusantara Cakraunion beserta dosen pendamping (DPL) dan mentor (LO) berkesempatan untuk menyambangi sebuah komunitas perempuan, yaitu Pelangi Nusantara atau familiar disebut Pelanusa.

Pelanusa merupakan sebuah komunitas atau organisasi yang bergerak di bidang sosial entrepreneur. Komunitas ini berorientasi pada kegiatan pemberdayaan perempuan.

Di samping itu, saat ini Pelanusa juga tengah mengembangkan basis pemberdayaannya dengan masyarakat yang mencakup kaum lelaki, disabilitas, anak jalanan, maupun orang yang dianggap sebagai sumber kemiskinan.

Perlu kita ketahui bahwa dalam ranah internasional, perempuan dianggap sebagai sumber kemiskinan. Labelling itulah yang kini mendongkrak semangat Komunitas Pelanusa untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa berdaya dan memiliki potensi untuk maju.

Pemberdayaan merupakan pengembangan skill atau kompetensi dari yang tidak tahu dan didukung oleh passion atau minat yang kuat untuk menekuni suatu bidang tertentu.

Dari tahun 2012 hingga saat ini, Pelanusa masih tetap eksis untuk terus melakukan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga sesuai dengan poin-poin tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), diantaranya tanpa kemiskinan, kehidupan yang sehat dan sejahtera, kesetaraan gender, berkurangnya kesenjangan, zero waste, kemitraan untuk mencapai tujuan, dsb.

Malang merupakan kantong TKW (Tenaga Kerja Wanita), khususnya Kabupaten Malang bagian selatan. Banyak perempuan yang memutuskan untuk menjadi TKW di luar negeri dan meninggalkan anak maupun keluarga pasca menikah.

Apalagi, mereka berangkat tanpa bekal keterampilan/skill dan kemampuan bahasa dan hanya bermodalkan nekat demi perbaikan ekonomi keluarga.

Mirisnya, angka pernikahan muda di Kabupaten Malang berkisar hingga 30% atau 1/3 bagian dari jumlah penduduk yang menikah adalah anak usia di bawah umur.

Jangan sampai hal tersebut terus dibiarkan karena dapat menjadi budaya di masyarakat seperti halnya anak muda di pedesaan yang berusia 17 tahun dan belum menikah, mereka sudah dianggap sebagai perawan tua.

Hal ini tentunya merupakan sebuah permasalahan negara yang harus dituntaskan. Bukan hanya negara, tapi permasalahan kita semua. Kita sebagai masyarakat umum sepatutnya aware dan responsif terhadap berbagai problematika kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline