Lihat ke Halaman Asli

Sesat Logika (Pemaksaan) AHWA

Diperbarui: 30 Juni 2015   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada dua aspek ‘kesesatan’ pemaksaan AHWA yang perlu diungkapkan. Pertama terkait dengan proses pemaksaan AHWA itu melalui berbagai forum dan yang terakhir Musyawarah Nasional (Munas) 14 Juni, dan yang kedua logika pikir tentang AHWA yang dibangun. 

Sistem Ahlul Halli Wal A’qdi yang kemudian dipopulerkan menjadi AHWA (yang berakar kata sama dengan bahasa arab ‘hawa’ yang berarti hawa nafsu) telah berhasil dipaksakan untuk disepakati melalui Munas Alim Ulama NU yang berlangsung 14 Juni 2015 di PBNU.

Munas itu sendiri terbilang aneh karena waktunya dilaksanakan berdekatan dengan Muktamar NU yang akan berlangsung 1-5 Agustus 2015 dan dilaksanakan tanpa Konferensi Besar (Konbes) NU. Padahal beberapa waktu (1-2 November 2014) sudah dilaksanakan Munas dan Konbes meskipun tanpa menghasilkan keputusan soal Ahawa tersebut.

Lazimnya, sebagaimana tercantum dalam AD/ART NU (Pasal 74/75 ART) Munas selalu dibarengi dengan Konferensi Besar. Munas merupakan forum yang terdiri dari para syuriyah tingkat Pengurus Wilayah dengan materi permasalahan keagamaan, sementara Konbes diikuti para pengurus tanfidziyyah untuk membahas persoalan organisasi dan kelembagaan.

Yang terjadi pada Munas yang dipaksakan itu adalah Munas tanpa Konbes dengan bahasan materi sistem pemilihan Rois Aam melalui AHWA. Barangkali ini baru pertama kali dilakukan Munas oleh PBNU tanpa adanya Konbes.

Dan untuk diingat bahwa dalam undangan Munas yang dikirim kepada PWNU tercantum agenda: pembahasan materi Muktamar (Masail Diniyyah/masalah keagamaan). Apa lacur undangan Munas dan pelaksanaannya berbeda, karena menyusupkan masalah organisasi, di luar masalah keagamaan.

Tawaran sistem AHWA dalam acara Pra Muktamar sebanyak 3 kali di Lombok, Makassar dan Medan, telah ditolak oleh rata-rata Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang NU. Bahkan para pengurus PWNU yang hadir waktu itu mempertanyakan ungkapan pengurus PBNU yang selalu mengatasmakan AHWA telah disepakati di Munas dan Konbes.

Pengurus PW yang juga menghadiri Munas dan Konbes, sebelumnya tidak merasa dan tidak mengakui kalau Munas dan Konbes dinyatakan memutuskan AHWA. Karena yang terjadi pada Munas dan Konbes justeru perdebatan soal alasan AHWA dan tidak terjadi kesepakatan apalagi keputusan.

Kalau dikatakan Munas dan Konbes (1-2 Nov 2015) benar sudah memutuskan AHWA, mengapa merasa perlu diadakan kembali Munas pada 14 Juni dengan agenda utama untuk membahas AHWA? Dan itu sekali lagi dilaksanakan tanpa Konbes.

Ternyata, itu Munas tanpa Konbes itu pulalah yang menjadikan penggagas Munas untuk menjalankan siasatnya. Rupanya sengaja dibuat Munas agar tidak terjadi perlawanan sengit dari undangan yang terdiri dari para kiai syuriyyah. Ini tentu berbeda kondisinya bila yang diadakan adalah Konbes yang dihadiri oleh pengurus tanfidziyyah yang telah nyata bersuara lantang menolak ahwa di forum sebelumnya. Celah inilah yang dimanfaatkan, namun sekaligus membuka kedok pemaksaaan ahwa.

Belum lagi pada Munas 14 Juni ini praktek yang terjadi adalah pemaksaan AHWA dimana peserta terutama yang dari PWNU tidak banyak diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya dan sekedar mendengarkan paparan dari pengurus PBNU. Karena itu 27 PWNU sekarang sudah mengirimkan kepada PBNU tentang penolakan AHWA.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline