Lihat ke Halaman Asli

Jaminan Sosial Rakyat SADIKIN

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_114837" align="aligncenter" width="180" caption="Sakit Sedikit Menjadi Miskin"][/caption] Berbagai organisasi pekerja dan lembaga swadaya masyarakat berbondong-bondong mendesak pemerintah dan DPR menyelesaikan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). RUU ini dapat dipandang sebagai salah satu bagian penerapan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Notabene pelaksanaan SJSN yang meliputi semua rakyat tanpa kecuali sangat sulit direalisasikan. Program Askeskin dan Jamkesmas yang digulirkan pemerintah hanya mencakup kriteria keluarga miskin dengan layanan terbatas, tidak jarang mandeg ketika gelontoran dana talangan bagi RS macet/habis. Program-program pengobatan gratis pemda juga mencakup layanan tertentu saja. Sementara itu kalangan yang menikmati layanan jaminan social dan kesehatan adalah PNS dan peserta asuransi (kesehatan) serta karyawan formal perusahan-perusahan besar tertentu.

Masih banyak penduduk baik pekerja formal dan informal beserta keluarganya yang tidak terlindungi dari jaminan kesehatan sehingga masih terdengar pameo SADIKIN: sakit dikit jadi miskin. Memang rakyat negeri ini masih memimpikan bahwa diri dan keluarganya mendapat jaminan penuh dari negara dalam layanan kesehatan, bukan dalam bentuk jargon dan janji politis tapi dalam bentuk riel layanan di fasilitas kesehatan. Di Thailand ada adagium mati di RS adalah lebih terhormat dari pada mati di rumah. Artinya rakyat memandang orang yang meninggal di RS lebih terurus dengan baik layanan kesehatannya sampai-sampai bisa meninggal di situ. Tema inilah yang membuat membuat mantan PM Thaksin sangat dicintai rakyatnya meski dia dilengserkan militer. Pengeluaran kesehatan Indonesia di Asia Tenggara pun tergolong sangat rendah terhitung cuma 2,5 persen dari produk domestik bruto bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 7 persen yang berpengaruh pada angka harapan hidup. Berikutnya tahun ini peringkat indeks kualitas hidup manusia Indonesia (human development index) juga bertengger di peringkat ke-111.

Boro-boro memperbaiki parameter human development index, RUU BPJS saja hampir dipastikan gagal diselesaikan anggota DPR periode sekarang. Pembahasan RUU BPJS telah gagal dua kali masa persidangan DPR dan saat ini adalah pembahasan kali ketiga atau yang terakhir karena sesuai dengan UU dan Tata Beracara di DPR, RUU yang sudah dibahas tiga kali masa persidangan maka tak dibahas lagi dalam periode berjalan. Jika gagal juga maka hanya anggota DPR 2014-2019 yang bisa menyelesaikannya. Bahkan anggota DPR bagian pansus RUU BPJS pun ada yang meminta sidang di hotel dengan alasan lebih efektif di hotel daripada di gedung dewan. Pendapat yang sangat tidak wajar, harusnya lebih efektif di gedung dewan karena mereka yang menguasai dan mengatur gedung itu serta jika mereka mau bekerja keras, tidak termakan jargon bekerja cerdas tapi geragas (rakus).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline