Lihat ke Halaman Asli

Tinjauan Metafisik Hama Ulat Bulu

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hama ulat bulu yang membuat gatal-gatal kulit warga makin meluas. Pada awalnya cuma merebak di wilayah Probolinggo Jatim menyebar hingga Jakarta, sebagian Bali dan Sumatera. Berbagai cara telah ditempuh untuk menanggulangi wabah ulat bulu secara normal maupun dengan paranormal. Faktor-faktor yang menjadi penyebab antara lain kerusakan ekologi pasca erupsi gunung Bromo, berkaitan pula dengan kerusakan ekologi di pulau Jawa yang semakin parah. Ditambah lagi dengan perubahan iklim yang ekstrim semakin mengurangi jumlah predator alami ulat bulu terutama dari jumlah dan jenis burung serta parasit alami ulat bulu yakni semut rangrang dan lebah. Faktor pengolahan pertanian dan perkebunan di Indonesia baik secara perorangan maupun skala enterprise samapi saat ini masih mengandalkan pestisida untuk pengendalian hewan dan tumbuhan pengganggu. Meskipun telah ada program insentif dari Kementrian Lingkungan Hidup PROPER (program peringkat perusahaan dalam penanganan lingkungan) dan peraturan pemerintah Undang-undang tentang Sistem Budidaya Tanaman. Kedua mekanisme itu pada intinya menekankan penggunaan piranti alami dalam pengendalian hewan dan tumbuhan pengganggu pada budidaya tanaman produksi lebih diutamakan. Namun realisasi dari program tersebut tidak maksimal dan belum mengganti dominasi pestisida atau herbisida. Menyimak dari pendapat alm. KH Bahaudhin Mudhary, seorang ulama kharimastik Jatim, berkenaan dengan mewabahnya hama wereng di era 80-an, analisa sebab musabab (root of cause) jangan cuma bersandar pada apa yang logis dilihat (fisik) seyogyanya juga diraba apa yang tidak terlihat (metafisik). Bahwa ada dosa/kesalahan besar yang telah meluas dilakukan penduduk (rakyat jelata maupun penguasa) dan tidak banyak yang beristighfar kembali pada Rab. Kesalahan berjamaah tersebut memantul ke bumi dan bermanifestasi sebagai ulat bulu. Di banyak pemukiman perkebunan kelapa sawit hingga kini ada mitos jika hama ulat api mengganas di arealnya menunjukkan telah terjadi perselingkuhan atau perzinahan yang belum terkuak yang terjadi di pemukiman mereka. Namun menghadapi fenomena hama ulat bulu janganlah sampai jauh hingga menjadikan kita syirik dengan praktik dukun untuk mengusir wabah ulat bulu sebagaimana terlihah di mass media ritual-ritual yang secara eksplisit menyimpang dari syariah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline