Lihat ke Halaman Asli

Hadi Saksono

TERVERIFIKASI

AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Suporter Indonesia, Mendukung atau Membebani Klub?

Diperbarui: 20 November 2023   06:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aparat kepolisian terlibat bentrok dengan suporter Gresik United, Minggu 19 November 2023. (Sumber: Kompas.com)

Kericuhan terjadi pada pertandingan yang mempertemukan tuan rumah Gresik United dengan Deltras FC, di Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik Jawa Timur pada Minggu 19 November 2023. Lebih memprihatinkan lagi, kericuhan ini juga diwarnai tembakan gas air mata oleh aparat.

Dalam sebuah unggahan video amatir, yang kemudian juga diunggah ulang oleh sejumlah media arus utama, nampak seorang aparat kepolisian -- yang disorot kamera dari arah belakang -- mengokang pelontar gas air mata. Sejumlah orang berkostum suporter di sekitarnya terlihat berupaya mencegah agar polisi ini tak menembakkan gas air mata.

Namun gas air mata itu pun tetap ditembakkan oleh sang aparat keamanan. Penembakan itu pun dilabeli 'viral' oleh sejumlah media arus utama.  

Penembakan gas air mata yang coba dicegah oleh suporter ini pun, seolah menjadi ulangan atas peristiwa di Stadion Kanjuruhan. Saat itu pun sempat beredar sebuah video amatir yang menggambarkan suporter meminta aparat untuk tidak menembakkan gas air mata, namun tak dihiraukan.

Salah seorang kawan saya Aremania mengatakan, penembakan gas air mata di Kanjuruhan terjadi sekitar 5 menit setelah pertandingan usai, di saat situasi mulai kondusif pasca terjadinya pitch invasion suporter akibat kekalahan tuan rumah Arema FC dari Persebaya Surabaya kala itu.

Akibatnya, terjadilah kekacauan yang baru, dimana kebanyakan korban jiwa yang jatuh adalah yang berdesakan dalam upaya menyelamatkan diri dari dampak penembakan gas air mata. Meski di kemudian hari, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menyidangkan para pesakitan Tragedi Kanjuruhan menyatakan, gas air mata yang ditembakkan anggota Samapta Polri saat itu tidak pernah sampai di tribun karena sudah lebih dulu terkena arus angin.  

Baiklah, apapun itu, nampaknya memang kita hanya sedikit mengambil pelajaran dari rangkaian kejadian dalam Tragedi Kanjuruhan yang terjadi setahun silam.  

Entah, mungkin karena usai Tragedi Kanjuruhan Indonesia tidak mendapat sanksi berat dari FIFA, dan justru ditunjuk jadi tuan rumah Piala Dunia U-17. Entah mungkin karena sidang pengadilannya hanya berakhir dengan vonis yang relatif ringan, lalu suporter yang melakukan pitch invasion dan menjadi pemicu awal kericuhan tidak turut dijadikan tersangka (sesuai rekomendasi TGIPF), serta sejumlah ironisme lainnya.

Jadilah Tragedi Kanjuruhan oleh sebagian kalangan, termasuk suporter dan aparat keamanan saat ini, hanya dianggap angin lalu. Hanya sekedar sebuah peristiwa kelam biasa dalam perjalanan sepak bola Indonesia.  

Ironisnya, kericuhan yang terjadi kemarin, pecah justru saat Indonesia tengah menyelenggarakan Piala Dunia U-17, yang notabene merupakan wujud kepercayaan FIFA kepada Indonesia untuk menyelenggarakan pertandingan sepak bola yang aman dan nyaman bagi siapapun.  

Dan lokasi kericuhan tersebut, yakni Stadion Joko Samudro, berada di wilayah yang bertetangga dengan salah satu venue turnamen ini, yakni Stadion Gelora Bung Tomo.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline