Lihat ke Halaman Asli

Hadi Saksono

TERVERIFIKASI

AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Bogor, dari Tempat Peristirahatan Menjadi Penyangga Ibu Kota

Diperbarui: 17 September 2023   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepadatan lalu lintas di sekitar Pasar Kebon Kembang, Kota Bogor. (Sumber: Kompas.id/Rony Ariyanto Nugroho)

Beberapa bulan usai menikah pada bulan Mei tahun 1974 di Pandaan, sebuah wilayah kecamatan di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, ayah saya melamar pekerjaan di sebuah perusahaan yang berbasis di Jakarta. Singkat cerita, lamarannya diterima dan ini berarti ayah saya harus merantau ke Jakarta bersama sang istri.

Akan tetapi, ayah dan ibu saya hanya tinggal di Jakarta selama beberapa bulan saja. Berikutnya, episode hidup mereka di rumah berpindah ke Bogor, sebuah kota yang berjarak 60 kilometer dari pusat DKI Jakarta.

Alasan mereka memilih tinggal di Bogor saat itu simpel. Ingin bermukim di wilayah yang bebas dari hiruk pikuk keramaian, kemacetan, dan panasnya Jakarta. 

Alasan yang mirip seperti ini pulalah yang dahulu mendorong Gubernur Jenderal Hindia Belanda Gustaaf Willem Baron Van Imhoff, membangun sebuah istana peristirahatan bernama Buitenzorg, yang menjadi cikal bakal nama Bogor.

Kebetulan, setelah merantau ayah saya saat itu ditempatkan berkantor di Cimanggis, yang dahulu masih masuk wilayah Kabupaten Bogor. Dan rumah kontrakannya di Bogor berlokasi tak jauh dari Terminal Bus Jalan Kapten Muslihat, yang sekarang menjadi Alun-alun Kota Bogor.

Jadilah ayah saya pergi pulang kerja naik bus jurusan Jakarta-Bogor yang berangkat dari Terminal Kapten Muslihat dan turun persis di depan kantornya di Cimanggis.

Setelah ayah saya pindah bekerja ke kantor di Jakarta pun, orangtua saya tetap menikmati kehidupan berdomisili di Bogor. Mereka pun tak pernah berniat untuk pindah ke Jakarta untuk bisa lebih dekat dengan tempat bekerja ayah saya.

Beliau sangat menikmati sebagai seorang penglaju, dengan konsekuensi lebih lama waktu di jalan menuju tempat kerja.

Bagi ayah dan ibu saya, tinggal di Kota Bogor dengan suasana yang berbeda dengan Jakarta, menghadirkan kesenangan dan ketenangan tersendiri. Apalagi, Bogor saat itu masih masuk dalam kategori kota berhawa sejuk di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, pembangunan kawasan ibu kota dan sekitarnya pun terus berjalan -- dalam koridor pemerintahan yang saat itu dinamai Kabinet Pembangunan II -- seiring kian bertambahnya penduduk dan berkembangnya dunia usaha.

Jalan Raya Bogor pun saat itu turut menjadi fokus pembenahan pemerintah pusat, sebagai bagian dari jalan negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline