Berulang kali aku mencoba selalu untuk mengalah
Demi keutuhan kita berdua walau kadang sakit
Entah mengapa, ketika membaca atau menonton pemberitaan seputar konflik rumah tangga penyanyi Lesti Kejora dan suaminya, pesinetron Rizky Billar, saya langsung teringat akan lirik lagu itu.
Ya, lagu itu bertajuk Hati Yang Luka, digubah oleh Obbie Messakh, dan dipopulerkan Betharia Sonata. Entah kebetulan atau tidak, jika Betharia pernah mengatakan ketika menyanyikan lagu itu, terutama di bagian lirik "Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku", dia teringat pada konflik ayah dan ibunya sendiri, yang membuatnya semakin menghayati isi dari lagu tersebut.
Dan beberapa tahun kemudian, kisah yang mirip dengan lagu Hati Yang Luka terjadi pula pada Betharia sendiri, yakni dalam biduk rumah tangganya dengan aktor film Willy Dozan. Namun seperti dikutip oleh Kompas.com dari sebuah tayangan program talkshow, Betharia menegaskan bukan tamparan secara fisik yang dia peroleh dari mantan pasangannya, melainkan hati yang tertampar. Sampai akhirnya dia memutuskan berpisah dengan mantan suaminya itu.
Nyatanya, lagu Hati Yang Luka masih tetap eksis didengar dan diperdengarkan hingga kini, dan mungkin akan terus terngiang seiring dengan masih maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia. Sebagai catatan, menurut data dari KemenPPPA, hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, dan sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan.
Sebelumnya, Simfoni PPA mencatat tahun 2020 terdapat 12.179 kasus KDRT, dan pada 2021 meningkat menjadi 13.182 kasus. Itu hanyalah yang tercatat, dan tidak menutup kemungkinan banyak kasus yang tak tercatat.
Sejumlah literasi menyebut, KDRT erat kaitannya dengan budaya patriarki, yaitu budaya yang menempatkan kekuasaan laki-laki di atas perempuan. Menurut Sylvia Walby, patriarki sebagai sebuah sistem dimana laki-laki mendominasi, melakukan opresi dan melakukan eksploitasi atas perempuan.
Dalam hal ini, budaya patriarki menempatkan perempuan sebagai masyarakat kelas dua (the second man), sementara laki-laki memiliki kekuasaan atas perempuan.
Ethnomusicologist Philip Yampolsky pun pernah mengaitkan lagu Hati Yang Luka dengan budaya patriarki dan posisi sulit perempuan Indonesia saat mengalami tindak KDRT. Sehingga kembali ke rumah orang tua menjadi salah satu pilihan.