Lihat ke Halaman Asli

Agus Zain Abdullah ElGhony

Pemerhati masalah budaya dan agama

Setelah Seabad Lalu? #1

Diperbarui: 18 Februari 2023   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

#1 Setelah Seabad lalu....

Sebuah Catatan Pengantar

Setelah seabad,   cerita seperti apa yang akan ditampilkan dalam sejarah ?? NU mempunyai sejarah panjang dalam kehidupan bangsa Indonesia, ormas terbesar dengan jumlah pengikut yang rasanya menjadi yang terbesar di dunia. NU telah menuliskan tinta emas dalam sejarah Indonesia dalam perjuangan dan konflik yang berdarah-darah di dalam sejarah pergulatan bangsa Indonesia. Perjuangan memang tidaklah mudah, kadang harus melewati jalan  berbatu, jalan yang berkelok-kelok, bahkan di jalan-jalan kecil yang sempit menanjak menuju bukit cita-cita bersama, hingga sampai ke gunung impian.  NU telah melewati kisah-kisah tersebut dalam perjalanannya sampai sekarang.

NU lahir dari sebuah kegelisahan karena kepedulian terhadap ahlussunnah waj jamaah yang mayoritas akan terpengaruh gerakan baru muncul di Arab Saudi. Ketika sebuah gerakan besar yang dikuatirkan akan mengubah wajah Islam dari yang semula lebih terbuka menjadikan sebuah gerakan besar yang sangat puritan, gerakan Islam yang kelak dikenal dalam sejarah sebagai aliran Wahabi. Tentu semua itu karena dinisbatkan kepada sang pendiri, yakni Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad an-Najdi at-Tamimi, Gerakan itu bisa menjadi bola salju bagi perkembangan islam di dunia. Termasuk di Indonesia.

Mengapa gerakan yang biasa disebut Wahabi itu menjadi sebuah kegelisahan ??  Sebagai gerakan pemurnian, tentu berhadapan dengan kelompok-kelompok yang sudah terbiasa mengamalkan amalan tertentu, lalu datang pemikiran yang ingin melarang dan ingin mengubah amalan tersebut. Apa yang terjadi ?? Sebuah perlawanan yang memicu sebuah konflik bisa terjadi. Apa salah dengan sebuah gerakan pemurnian?? Tentu sebuah gerakan pemurnian diawali dengan niat baik, namun menjadi sangat merepotkan yang dimurnikan itu permasalahan yang masih ikhtilaf di antara para ulama. Gerakan -- gerakan yang dipelopori Ibnul Wahab itu seringkali dianggap masuk pada wilayah-wilayah khilafiyah, yang seharusnya tidak peru dilarang atau diharamkan.

Posisi gerakan yang berasal dari epicentrum penyebaran Islam memudahkan gerakan itu menyebar ke seluruh dunia. Di Indonesia berkembang semangat anti TBC (Tahayul Bid'ah dan Khufarat) sebagai upaya untuk memajukan umat Islam, walau kemudian kita ketahui bahwa gerakan itu kembali bersingguhan dengan sesuatu yang berbeda (khilafiyah) diantara ulama islam itu sendiri. Tentu kita sudah tahu apa yang terjadi ketika dua gerakan itu bertemu, yang patut kita syukuri di Indonesia dua gerakan itu hanya terjadi benturan secara pemikiran tidak terjadi dalam bentuk bentrokan fisik secara massif.   

Kita tentu kita masih ingat dengan Komite Hijaz yang menjadi cikal bakal Nahdlotul Ulama. Ulama-ulama yang mempunyai pemikiran moderat mempunyai kekuatiran jika gerakan pemurnian di sekitar Mekkah dan Madinah mempunyai ekses sosial yang besar, tidak hanya pada kepentingan sosial umat islam saat itu saja tetapi juga pada keyakinan umat Islam di seluruh dunia. Ekses itu mulai terasa di Indonesia, di Islam dan keindonesiaan tumbuh berdambingan sangat erat. Di Jawa, Islam telah menyatu dengan budaya Jawa, terjadi asimilasi dan akulturasi bahkan pada puncaknya terjadi sinkretisme.

Ketika gerakan permunian itu berjalan dengan cepat, bisa saja menjadi sebuah tsunami. Dikuatirkan akan membenturkan Islam dan budaya. Budaya yang selama ini sudah dinafasi ajaran Islam dan sudah membudaya, lalu datang gerakan permunian mencoba mencerabutnya dan mengatakan itu bid'ah, sesat atau dholalah. Bisa tercerabutnya budaya itu membuat sebagian masarakat kurang respek lagi terhadap Islam atau bisa juga terjadi konflik horizontal yang tidak berujung. Tanggung jawab sebesar ini, menjadi tanggung jawab bersama para ulama. Maka muncullah komite hijaz yang lengendaris, cikal bakal Nahdlotul Ulama.

Sebuah pertarungan ideologis telah terjadi dan rasanya akan selalu terjadi sampai hari akhir, ketika perbedaan pendapat yang termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari, berkembang dengan cepat lewat dukungan kekuasan politik. Itulah yang terjadi di awal munculnya sebuah keraajan yang kelak dikenal dengan nama Arab Saudi. Kekuasaan Abdul Aziz Al-Saud membangun sebuah kerajaan dengan basis dukungan keagamaan dari Muhammad bin Abdul Wahab. Dan itu sebuah gerakan yang sangat puritan, upaya mengembalikan semurni mungkin  Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Jika demikian, apa yang meresahkan dari gerakan ?? Dengan mudah kita akan menjawab, batas antara sesuatu itu sudah menyimpang dari Islam dan sesuatu masih dalam bagian ekspresi keislaman para ulama seringkali berbeda pendapat. Lalu ketika sebuah gerakan ini bangun dari salah satu tafsir tentang apa yang menyimpang dan tidak menyimpang, akan mempunyai resistensi terhadap tafsir yang berbeda pula. Bisa jadi tafsir suatu kelompok menyebutkan bahwa sebuah ibadah itu menyimpang sementara kelompok yang berbeda mengatakan bahwa ibadah itu sah dalam hukum Islam.

Mungkin inilah gambaran sederhana kondisi psikologis saat munculnya Komite Hijaz sebagai sikap idelogis terhadap gerakan yang Muhammad bin Abdul Wahab. Banyak ulama karimastik dalam komite ( bahkan rasanya semua ulama yang terlibat di dalam  komite Hijaz adalah ulama-ulama yang luar biasa dalam sejarah di Indonesia) seperti KH. Muhammad Hasyim Ashari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri Denanyar, KH. Raden Haji Asnawi,  KH. Maksum, KH. Ridwan,  KH. Nawawi,  dan KH. Nahrowi Thohir.

Apa harapan Komite Hijaz terhadap penguasa Arab Saudi !?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline