Lihat ke Halaman Asli

Agus Zain Abdullah ElGhony

Pemerhati masalah budaya dan agama

Ketika DPR Menjadi Lembaga yang Tersandera

Diperbarui: 6 Juli 2020   03:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: KOMPAS

Salah satu fungsi DPR adalah sebagai badan pembuat undang-undang bersama pemerintah. Namun sekarang peran DPR itu tersandera. Bahkan penuh dengan tekanan. Apa yang terjadi dengan DPR?? Mengapa bisa menjadi lembaga yang tersandera??

Kisruh RUU HIP belum usai, lalu merebak lagi RUU PKS. Dan nanti entah apa lagi.  Jika kita melihat fenomena RUU yang pada awalnya disetujui oleh anggota DPR, kemudian karena mendapatkan tekanan dari lapisan masarakat, fraksi yang semula setuju berbalik arah tidak setuju, tidak mendukung, bahkan mengecam RUU yang sebelumnya disetujuinya. 

Dalam logika yang paling sederhanapun kita bisa menemukan ada sesuatu yang salah. Apakah sebelum menyetujuinya pasal-pasal RUU tadi belum dibaca?? 

Apakah anggota DPR tidak memahami jika sebuah pasal yang disetujui mempunyai potensi konflik di masarakat !? Bukankah anggota DPR mempunyai staf ahli. Apakah mereka tidak mempunyai kemampuan menganalisa setiap pasal berdasarkan aspek sosial dan budaya?

Rasanya tidak mungkin anggota DPR yang dibayar dengan uang rakyat itu tidak membaca pasal-pasal RUU yang akan disetujuinya.  Karena pasti mereka menyadari, bahwa setiap kata dalam pasal akan menjadikan kekuatan yang mengikat kehidupan masaakat. Apakah semuanya hanya tergantung lobi pada tingkat fraksi ?

Misalnya fraksi B mengusulkan suatu RUU, kemudian dia akan melobi ketua fraksi  A, D, D dan F. Jika jajaran fraksi menerima karena lobi karena fraksi B. 

Walaupun belum mempelajari secara rinci setiap kata dalam pasal tersebut atau lebih buruk lagi belum membacanya. Lalu semua anggota fraksi akan mengikutinya. Tetapi anggota DPR tidak seburuk itu, dimana mereka tidak membaca dan mempelajari RUU yang mereka setujui.

Anggota DPR seringkali tersandera oleh fraksi. Apapun yang diputuskan oleh fraksi dia harus mendukungnya. Jika tidak, bisa saja namanya akan terdaftar sebagai yang akan diganti lewat PAW. 

Padahal ongkos politik itu belum kembali dan lebih memalukan lagi nanti akan kehilangan kehormatan sebagai panggilan "anggota dewan yang mulia".

Pemikiran di atas tentu hanya analisa saja, karena banyak terjadi kondisi yang "tidak masuk" akal. Fraksi yang menyetujui sebuah RUU lalu ketika mendapat banyak tekanan, dengan cepat berlari untuk berbalik arah, bahkan ikut mengecam RUU tersebut. 

Publik ingin melihat anggota DPR tampil di TV atau mungkin streaming youtube menjelaskan dasar-dasar loginya dia dan fraksi menyetujuinya, walaupun RUU itu mendapat kecaman dari berbagai lapisan masarakat. Sebagai tanggung jawab nalar dan intelektualitas anggota dewan saat bersama fraksinya menerima sebuah RUU.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline