Lihat ke Halaman Asli

Agus Zain Abdullah ElGhony

Pemerhati masalah budaya dan agama

Ada yang Anti Pancasila dan Ada yang Ingin Mengubah Pancasila?

Diperbarui: 27 Juni 2020   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: KOMPAS

Dalam dunua politik kita, entah mengapa sebagian kita suka menggunakan bahasa yang kesar dan ekstrem. Ada kelompok yang dituding "anti pancasila" karena sering demo dan mengkritisi pemerintah yang sah dengan cara yang keras dan vulgar. 

Sekarang, saat marak kontroversi RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) langsung menuding inisiator dan partai pendukung sebagai kelompok yang "ingin mengubah pancasila" dan dianggap sebagai agen PKI.

Penggunaan bahasa keras dan cenderung memvonis secara berlebihan sering kita jumpai di medsos. Apakah ini gejala kemiskinan bahasa atau memang benar pilihan kata itu yang menggambarkan kondisi sebenarnya?  

Kelompok yang berujung rasa di depan gedung DPR sering dituding sebagai "kelompok anti pancasila yang tiba-tiba ingin membela pancasila" sedang yang mengusulkan RUU HIP dituding sebagai "yang ingin mengubah pancasila".

Apakah warisan dari sistem rezim-rezim sebelumnya yang gemar menuding dengan menggunakan pancasila. Bakan ada seseorang yang lupa menyebutkan salah satu dari sila pancasila sebagai orang yang kurang pancasilais, padahal ia hanya sekedar lupa, mungkin grogi karena ditanya di depan banyak orang. 

Lalu apakah karena lupa saja, kita vonis ia tidak memahami pancasila bahkan tidak pancasilais!?. Dulu di orde baru, seseorang bisa disebut anti pancasila jika dianggap mengganggu roda pemrintahan.

Sudah saatnya kita menjernihkan pemikiran kita, tidak menggunakan bahasa yang cenderung ekstrem. Anti pancasila !! Mengubah Pancasila !!. Apakah orang yang tidak mendukung kebijakan pemerintah dan cenderung mengkritiknya, apakah ia bisa disebut tidak pancasilais?

Begitu pula yang mengusulkan dan mendukung RUU HIP langsung dituding ingin mengubah pancasila !! Bukan tuduhan anti pancasila sebagai tuduhan yang keras!? Penggunaan bahasa yang baik, lebih memungkinkan demokrasi kita semakin baik. Saat masarakatnya terbiasa menyikapi perbedaan dengan dewasa, sekeras apapun perbedaan itu.

Menuding dengan keras, sungguh mengingkari akar budaya kita. Hanya karena mencoba menjelaskan program pemerintah disebut sebagai cebong. 

Dan saat mengkritik pemerintah sebagai kadrun. Benarkah demokrasi mengubah nilai-nilai budaya kita??  Sebutan cebong, kampret, kadrun, dan anjing peking, adalah sebutan yang tidak baik. 

Tetapi di alam demokrasi menjadi sah-sah saja. Mungkin benar, demokrasi memberikan ruang kebebasan tetapi demokrasi yang dibangun dengan etika akan lebih mempesona.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline