Menurut berita yang diterbitkan Kompas pada 18 April 2024 yang lalu, perputaran uang di judi online mencapai 327 triliun rupiah. Ini tentu saja angka yang sangat fantastis. Angkanya jauh lebih tinggi dari alokasi anggaran pemerintah untuk pendidikan tinggi pada tahun 2024 yang hanya 56,1 triliun rupiah saja.
Di sisi lain, Kominfo mengaku telah memutus akses 1,91 juta konten judi online sejak tahun 2023 (Kompas, 24 Mei 2024). Kominfo juga mengancam akan mengenakan sanksi denda sebesar 500 juta tiap satu konten judi online yang ditemukan pada platform digital seperti Meta, X, Telegram atau lainnya menurut sumber yang sama. Lalu bagaimana jika konten itu ditemukan pada situs pemerintahan atau kampus?
Banyak situs pemerintahan dan kampus yang disusupi konten judi online. Kita bisa dengan mudah menemukan konten-konten tersebut melalui google dengan cara mengetikkan "site:go.id slot" tanpa tanda petik untuk mencari konten judi online yang bersarang di situs pemerintahan melalui Google. Sedangkan keyword "site:ac.id slot" bisa digunakan untuk mencari konten judi online yang disusupkan ke situs yang dikelola kampus.
Bahkan! Beberapa hari yang lalu, situs lemdiklat polri pun sempat digunakan untuk memasang konten judi online oleh orang tak bertanggung jawab. Meskipun hari ini setelah dicoba diakses lagi menggunakan cara yang sama, konten tersebut sudah tidak ditemukan.
Ini sungguh ironis. Ketika pemerintah sangat gencar berusaha memberantas judi online malah seakan mendapat tantangan terbuka dan diserang secara telak. Ketika kabar ini disampaikan kepada Kominfo melalui platform X, tidak ada tanggapan yang diberikan. Kemungkinan mereka sudah lebih dulu tahu akan hal ini hanya saja kuwalahan menanganinya karena saking banyaknya konten-konten baru yang bermunculan.
Kita bisa membayangkan ratusan triliun rupiah yang berputar pada judi online lebih dari cukup digunakan untuk modal membuat bot Auto Generated Content (AGC) maupun alat untuk mendistribusikan konten spam secara massive. Hanya dengan satu klik ribuan bahkan jutaan konten mungkin bisa terdistribusi pada target situs yang memiliki kerentanan keamanan. Di sisi lain, mungkin, Kominfo melakukan take down konten-konten itu secara manual. Kalaupun dilakukan secara otomatis, mungkin saja masih kalah canggih dari bot yang dibuat oleh pengelola judi online itu sehingga banyak konten judi online yang masih saja nangkring di hasil pencarian Google. Kebanyakan konten tersebut terindeks pada AMP Project sehingga meskipun situsnya ditakedown, konten judi online tersebut masih bisa diakses untuk sementara waktu karena telah disimpan pada server Google.
Terakhir, saya ingin mengutip salah satu dialog tokoh pada film Once Upon a Time in Hong Kong, Nash Pak, Kepala penyidik Komisi Independen Anti Korupsi (ICAC) yang kurang lebih maksudnya seperti ini: Kita tidak akan bisa menghentikan kejahatan ini jika hanya menangkap pelakunya saja. Yang paling penting dan utama adalah menangkap bosnya dan orang-orang yang mengamankan bisnis ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H