Lihat ke Halaman Asli

Cak Bro Cak Bro

Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menerapkan Gaya Kepemimpinan Beresonansi (Resonance Leadership) dalam Organisasi

Diperbarui: 9 Maret 2021   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

A. PENGANTAR

Pernahkah anda melihat dalam suatu demo, seseorang yang dapat mempengaruhi barisan demo untuk mengikuti perintahnya? Ada kalanya si pendemo hanya ikut-ikutan mendapat uang saku atau bekal, tetapi apa benar mereka rela begitu saja untuk berpanas-panas ria? Mereka pun dengan penuh semangat sanggup berjalan berkilo-kilo meter mengikuti sang pemimpin walau si pemimpin berkendara.

Jawaban Anda sebagian benar, pemimpin demo yang diikuti (bahkan secara fanatik) karena memiliki aura karisma. Namun, sebenarnya buka karisma saja yang dapat menggerakkan pengikutnya hingga begitu fanatik. Ada kekuatan tersendiri yang mampu menggerakkan mereka, yang lebih dikenal dengan daya resonansi.

Resonansi merupakan daya getar sesuatu benda yang dapat menggetarkan benda lain disekitarnya. Daya resonansi selalu terjadi disekitar kita dan dapat kita lakukan walau kita tidak memiliki kharisma.

Sebagai contoh, ketika kita berada di dalam kelas mengikuti suatu diklat yang membosankan, jika ada seseorang yang menguap, maka tanpa sadar akan membuat kita juga ikut menguap. Atau ketika sedang asyik melakukan perbincangan dengan seseorang dengan serius, tanpa sadar gerakan salah seorang akan diikuti dengan lawan bicaranya, entah dengan sekedar mengubah sikap duduk, coba bersedekap tangan, berkacak pinggang, memegang dagu, dan lain sebagainya. Daya resonansi itu dapat dipelajari dan bermanfaat bagi kita untuk mempengaruhi sekelompok orang agar mau (tanpa sadar) mengikuti perintah dalam pelaksanaan tugas.

B. Pemimpin dan Kepemimpinan

Pada banyak literatur, diskursus tentang pemimpin dan manajer memang tidak ada habisnya dibahas, karena keduanya tidak bisa dipisahkan atas perannya. Seorang pemimpin seharusnya memiliki pengetahuan tentang manajer, dan sebaliknya seorang manajer punya harus memiliki jiwa kepemimpinan.

Pemimpin yang tidak bisa mengelola sumber dayanya akan gagal dalam kepemimpinannya, begitu juga seorang manajer yang tidak bisa memimpin akan gagal dalam aktivitas manajerialnya. Artinya, seorang pemimpin sudah sepatutnya memiliki kemampuan mengelola diri dan sumber daya yang berada di sekitarnya.

Tidak dapat dipungkiri, saat kita berbicara tentang pemimpin tentu saja berhimpitan dengan aspek kepemimpinan. Kepemimpinan (leadership) menurut Swanburg (1995) adalah suatu proses yang memengaruhi aktivitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam usahanya mencapai penetapan dan pencapaian tujuan. Sedangkan menurut George Tery (1986), kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja denga suka rela untuk mencapai tujuan kelompok.

Jadi, kepemimpinan menekankan pada proses perilaku yang befungis di dalam  dan di luar organisasi. Seorang pemimpin harus dapat memotivasi dan memberi isnpirasi orang lain secara individu maupun secara kelompok. Sedangkan manajemen adalah pengkordinasian dan pengintegrasian semua sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasisan, pengarahan dan pengawasan dalam pencapaian tujuan.

Seorang pemimpin dianggap sebagai manajer karena memiliki kekuasaan sebagai pemimpin berdasarkan azas legitimasi atau otoritas. Pegawai sebagai staf atau bawahan akan menuruti perintahnya karena takut dengan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline