Lihat ke Halaman Asli

Cak Bejo

Menembus Batas Menguak Yang Tersembunyi

Transformasi Penegakan Hukum Berbasis Spiritual Intelligence: JAM-Pidum Paparkan Paradigma Baru di Seminar Nasional UNDIP

Diperbarui: 9 Oktober 2024   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, hadir sebagai narasumber Seminar Nasional di Universitas Diponegoro (UNDIP).(Dok.Pribadi)


Jakarta -- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyampaikan gagasannya terkait transformasi penegakan hukum yang mengedepankan *Spiritual Intelligence* dalam acara Seminar Nasional di Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang, pada Selasa, 8 Oktober 2024. Kegiatan yang digelar oleh Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKAFH UNDIP) ini mengangkat tema "Urgensi Berhukum dengan *Spiritual Intelligence* dalam Mewujudkan Penegakan Hukum Pidana yang Membahagiakan Rakyat".

Prof. Asep menuturkan bahwa transformasi hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung mencakup penerapan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (*Integrated Criminal Justice System/ICJS*) yang mengedepankan koordinasi antarlembaga penegak hukum untuk mewujudkan keadilan yang lebih transparan, efisien, dan humanis.

"Pendekatan yang selama ini bersifat retributif, yaitu berfokus pada pembalasan dan penghukuman pelaku kejahatan, mulai beralih ke pendekatan yang lebih restoratif, korektif, dan rehabilitatif," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa paradigma baru dalam penegakan hukum di Indonesia ini menitikberatkan pada keadilan yang didasarkan pada prinsip cinta kasih dan pengampunan. JAM-Pidum menyoroti pentingnya nilai-nilai *Spiritual Intelligence* yang memungkinkan aparat penegak hukum untuk mengedepankan empati dalam menjalankan tugasnya.

Dalam pemaparannya, Prof. Asep menjelaskan bagaimana sistem *Spiritual Intelligence* dapat diterapkan oleh jaksa, yang tidak hanya menjadi corong undang-undang, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan para pihak yang terlibat dalam perkara pidana. Aparat penegak hukum diharapkan dapat memaknai tugas mereka dengan hati nurani, sehingga putusan hukum yang dihasilkan dapat membahagiakan rakyat dan mendukung terwujudnya keadilan sosial di masyarakat.

"Kita tidak lagi ingin memenuhi penjara, tetapi lebih mengutamakan pidana bersyarat dan pidana kerja sosial. Transformasi ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara jumlah terpidana dengan kapasitas lapas, sekaligus mewujudkan sistem hukum yang lebih manusiawi," tambahnya.

Dalam acara yang dibuka oleh Wakil Dekan Fakultas Hukum UNDIP, Dr. Aditya Juli, S.H., M.H, JAM-Pidum juga memaparkan arah kebijakan hukum nasional yang tertuang dalam RPJPN 2025-2045 serta RPJMN 2025-2029, yang menitikberatkan pada supremasi hukum, kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.

Di akhir paparannya, Prof. Asep mengajak seluruh peserta yang hadir, baik akademisi, praktisi hukum, mahasiswa, maupun alumni UNDIP, untuk mendukung transformasi hukum ini. Ia menekankan bahwa cita-cita ini sejalan dengan semangat yang diusung oleh Prof. Satjipto Rahardjo, Guru Besar Hukum Pidana UNDIP, yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.

"Prof. Satjipto Rahardjo selalu menekankan bahwa hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mengatur, tetapi juga sebagai sarana untuk memenuhi harapan masyarakat dan menciptakan kehidupan yang harmonis. Inilah yang menjadi dasar transformasi yang kami lakukan di Kejaksaan," pungkasnya.(ac)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline