Lihat ke Halaman Asli

Cak Bejo

Menembus Batas Menguak Yang Tersembunyi

Transformasi Sangurejo jadi Desa Wisata dan ProKlim

Diperbarui: 20 September 2024   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dusun Sangurejo Sleman berhasil bertransformasi dari kampung kumuh menjadi desa wisata berkat gotong-royong warga.(Dok.lc/Pribadi)

Sleman, Yogyakarta - Dusun Sangurejo, yang terletak di Kelurahan Wonokerto, Kapanewon Turi, Sleman, Yogyakarta, dahulu dikenal sebagai Dusun Pakumis, sebuah akronim dari padat, kumuh, dan miskin. Namun, perubahan besar dimulai ketika wabah demam berdarah menyerang dusun tersebut pada tahun 2012. Krisis tersebut mendorong warga, termasuk 80% di antaranya adalah anggota LDII, untuk bergerak mengubah kampung mereka menjadi lebih bersih dan sehat.

Ketua Program Kampung Iklim (ProKlim) Dusun Sangurejo, M. Choirul Huda, menjelaskan bahwa perubahan dimulai dari inisiatif menjaga kebersihan lingkungan yang dipimpin oleh para sesepuh dan ulama. Mereka rutin memberikan nasihat dalam pengajian dan usai salat Jumat mengenai pentingnya menjaga kebersihan sebagai bagian dari iman.

Warga LDII, bersama masyarakat lainnya, mulai bergotong-royong membersihkan dusun mereka. Mereka membangun biopori untuk menyerap air hujan dan memanfaatkan sampah organik sebagai kompos. Kebersihan ini tidak hanya menciptakan lingkungan yang sehat, tetapi juga mengubah Dusun Sangurejo menjadi desa wisata yang menarik bagi wisatawan.

Wisatawan yang datang tertarik dengan keindahan Embung Kaliaji, danau buatan yang menjadi pusat dari kampung tersebut. Lingkungan sekitar embung kini ditanami pepohonan buah dan menjadi area bumi perkemahan Pramuka Sako Persada Nusantara, yang merupakan bagian dari gerakan Pramuka berbasis masjid dan pondok pesantren.

Tidak hanya fokus pada kebersihan dan lingkungan, Dusun Sangurejo juga menghidupkan kembali budaya lokal. Padepokan Satriotomo, yang didirikan oleh Gus Suryadi atau Gus Suryo, melestarikan seni pencak silat dan jemparingan (panahan tradisional) era Kesultanan Mataram. Kegiatan budaya seperti tari Badui dan pencak silat sering dipertontonkan saat acara penting, termasuk saat deklarasi Dusun Sangurejo menuju Desa ProKlim Lestari.

Menurut Atus Syahbudin, akademisi Fakultas Kehutanan UGM dan Ketua DPW LDII Daerah Istimewa Yogyakarta, Dusun Sangurejo kini memenuhi syarat sebagai Desa ProKlim yang diakui oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Atus juga berperan dalam mendorong desa ini untuk terus berinovasi dalam menjaga kelestarian lingkungan, seperti penanaman pohon buah dan penghijauan di sekitar embung dan dusun.

Upaya warga LDII dan masyarakat lainnya telah membawa hasil signifikan, tidak hanya mengubah citra kampung menjadi lebih bersih, tetapi juga menarik perhatian wisatawan. Dengan dukungan pemerintah dan akademisi, Dusun Sangurejo kini menjadi contoh keberhasilan Program ProKlim dan desa wisata yang memadukan kebersihan, pelestarian budaya, dan keberlanjutan lingkungan.

Gus Suryo, salah satu sesepuh dusun dan pendekar Persinas ASAD, menekankan pentingnya pelestarian budaya sebagai bagian dari identitas masyarakat. "Budaya adalah jati diri kita, dan melalui pelestarian ini kita dapat membangun generasi muda yang memiliki karakter kuat," ujarnya. Dengan kolaborasi warga LDII, Gus Suryo, dan dukungan berbagai pihak, Dusun Sangurejo berhasil mencapai prestasi sebagai desa wisata yang berkelanjutan dan menjadi Desa ProKlim Lestari.(lc/*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline