Pertandingan Arema melawan Persib, semua perhatian dipastikan tertuju pada tiga sosok: Noh Alam Shah, Zulkifli Syukur, dan Marcio Souza. Tidak hanya sekedar eks-punggawa, tetapi ketiganya pernah memberikan kontribusi penting bagi Arema, sehingga tak mengherankan mereka meninggalkan kesan yang mendalam bagi Aremania. Sosok Zulkifli Syukur pernah disamakan dengan Aji Santoso, legenda Arema yang bermain bagi klub itu pada periode 1987-1995 dan 2002-2004. Bahkan kostum nomor 3 yang digunakannya sempat dilabeli sebagai "kostum kutukan" saat ia memutuskan hijrah ke Persib Bandung. Along (sapaan akrab Noh Alam Shah) lebih spesial, musim perdananya di Indonesia ia langsung mempersembahkan gelar juara bagi Arema. Kapten Arema musim 2010/2011 ini pun dijuluki "kakak" dan "King NAS" oleh beberapa Aremania. Sementara Marcio Souza adalah pisau tajam lini depan Arema pada putaran pertama ISL 2011/2012 lalu.
Zulkifli Syukur sudah sejak awal musim lalu meninggalkan Arema. Kepindahannya ditengarai sebagai akibat konflik manajemen yang berujung pada dualisme tim Arema Indonesia. Noh Alam Shah sempat memilih Arema yang berlaga di Indonesian Premier League, sebelum akhirnya turut 'terusir' dari karena ada konflik dengan manajemen Arema IPL. Kepindahan Marcio Souza justru menjadi hal yang paling mengejutkan, karena menjadi top skor Arema sepanjang putaran pertama musim ini. Sebenarnya ada satu pemain lagi, yakni Hendra Ridwan. Sayangnya dia jarang mendapatkan kesempatan bermain di tim inti Arema.
Menyambut para eks-Arema yang bermain di Persib, spanduk besar bertuliskan Go To Hell Marcio-Along Sampah terpampang di tribun utara Stadion Kanjuruhan. Teriakan "huuuuu....." menggema kala Noh Alam Shah dan Marcio Souza memasuki lapangan untuk pemanasan. Beberapa Aremania mengacungkan jari tengah sambil berteriak "Along jancok!", walau tidak dilakukan secara serempak. Pocong berkafan hijau duduk di tempat Yuli Sumpil biasa memimpin atraksi ribuan Aremania. Setelah kick-off, tekanan suporter kian menjadi-jadi. Setiap kali Marcio Souza membawa bola, teriakan dan umpatan suporter selalu menyambutnya. Bahkan bendera besar bergambar Marcio Souza turut dibakar oleh Aremania, padahal bendera itu eksis berkibar di tribun utara Stadion Kanjuruhan. Tak hanya dia, Zulkifli Syukur pun mendapat nyanyian "Zulkifli jancok...Zulkifli jancok...Zulkifli jancok" dari Aremania di tribun timur. Keberuntungan sedikit menghampiri Alam Shah, dia hanya duduk di bench pemain cadangan sepanjang 90 menit pertandingan. Sedikit mengecewakan sebenarnya ketika Alam Shah tak bermain, mengingat statement nya tentang profesionalisme di media massa sebelum hari pertandingan. Muhammad Ridhuan bahkan memprediksi bahwa penyebab Along diganti saat melawan Persela adalah dipersiapkan untuk melawan Arema sore kemarin. Saya pribadi sangat menantikan pertarungan Ridhuan dan Alam Shah, mengingat laga sore itu akan menjadi pertarungan pertama Ridhuan dan Alam Shah setelah 5 tahun terakhir. Sayangnya, Alam Shah tak cukup berani untuk menghadapi teror Aremania.
Peluit akhir yang berbunyi seolah menjadi pembebas Zulkifli Syukur dan Alam Shah. Zulkifli langsung menyambutnya dengan sujud, sebagaimana yang selalu ia lakukan ketika masih bermain untuk Arema dulu. Alam Shah langsung keluar dari bench pemain dan menyalami pemain-pemain Arema. Sempat terlihat ia 'bingung' apakah akan menghampiri Aremania atau tidak, tetapi setelah melihat Zulkifli yang dikerubungi Aremania, ia pun tak ragu melangkah ke arah tribun timur. Ada nuansa haru dan romantisme disana, hingga mereka berdua pun harus ditarik paksa oleh aparat keamanan.
Bagi suporter, apa yang dilakukan oleh Zulkifli Syukur sangatlah tidak dapat dimaafkan. Apalagi ketika suporter tersebut saling bermusuhan. Viking tentu akan sulit memaafkan Zulkifli yang sudah melakukan 'sujud kemenangan' dan menangis terharu setelah dipeluk ratusan Aremania. Sekalipun Zulkifli telah bermain bagus sepanjang 90 menit dan sempat beberapa kali merepotkan lini pertahanan Arema. Tetap saja kabar dari Malang itu memerahkan kuping Viking yang 3 tahun ini menjadi seteru Aremania.
Di twitland, banyak akun viking yang mencela sikap Zulkifli Syukur dan Noh Alam Shah. Memang, dalam konteks profesionalisme 90 menit, apa yang dilakukan Alam Shah bisa disebut sebagai unprofessional behaviour. Di Indonesia, persoalan ini biasa terjadi. Dalam sejarah Arema, Arif Suyono ketika masih membela Sriwijaya FC selalu menolak untuk dimainkan apabila bertanding di Malang. Bahkan ketika final Copa Indonesia 2010 di Solo, Arif Suyono pun tak bermain. Hubungan kultural antara pemain dan suporter sebagaimana yang terjadi di Arema sudah mendarah daging. Hubungan yang terjadi di Arema bukan hanya vertikal antara suporter dengan pemain idola, tetapi juga hubungan horisontal layaknya sebuah keluarga. Kultur di Arema memang mengharuskan pemain untuk dekat dan akrab dengan suporternya. Bagi mereka yang tidak ada hubungan erat dengan suporter, maka Aremania pun akan segera melupakan nama pemain tersebut, sekalipun ia adalah pemain berprestasi.
Alam Shah sendiri sebenarnya kurang disambut baik oleh Aremania. Ia dianggap sebagai salah satu penyebab mengapa Arema ada di zona bawah ISL. Sikapnya yang memilih Arema IPL diikuti oleh pemain-pemain lain yang turut menjadi bagian dalam skuad juara 2010. Tak mengherankan apabila 2 pertandingan perdana Arema IPL stadion Gajayana disesaki penonton, sementara Stadion Kanjuruhan tampak begitu lengang. Setelah itu mulai berhembus isu tak sedap tentang Alam Shah, sehingga semakin banyak Aremania yang menghujat Alam Shah. Bahkan julukan "King NAS" sempat dipermasalahkan dan diganti dengan julukan "Along-or" (longor merupakan kata kasar / celaan yang berarti bodoh, lebih kasar daripada goblok). Ketika Alam Shah keluar dari Arema IPL, ada Aremania pun terbelah, ada yang menghendaki untuk pindah ke Arema ISL, ada pula yang menolaknya. Tetapi pilihan ia jatuhkan kepada Persib Bandung, yang mana suporternya sedang berseteru dengan Aremania. Vonis sebagai pengkhianat pun menyambutnya di Malang, bersama Marcio Souza yang meninggalkan Arema kala berjuang untuk lepas dari dasar klasemen sementara Indonesian Super League.
Tetapi malam itu telah membuktikan siapa 'singa' yang sebenarnya, dan siapa pengkhianat yang sebenarnya. Sang idola menjadi satu kembali dengan orang-orang yang mendukungnya. Walau hanya beberapa menit yang tak abadi dan harus dipisahkan oleh aparat keamanan beserta anjing penjaganya. Pahlawan tetaplah pahlawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H