Lihat ke Halaman Asli

Diferensiasi Pengelolaan Ikan; Upaya Keluar dari Jerat Kemiskinan Nelayan #Aksibarenglazismu

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Lamongan, khususnya di belahan utara, potensi alamnya telah menyumbang Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) terbesar dan bahkan tiap tahun PAD Kab. Lamongan meningkat terus. TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang berada di Kec. Brondong tercatat sebagai TPI terbesar di Jawa Timur. Selain itu, di Kec. Paciran juga memiliki TPI tapi skalanya kecil, di Desa Kranji.

Belahan utara di Kab. Lamongan juga menjadi proyek industrialisasi dan wisata. Perusahan Pupuk Dolomite dan Industri yang terkait dengan perlautan berada di Kec. Paciran maupun Kec. Brondong. Di Kec. Paciran juga terdapat Wisata Bahari Lamongan (WBL), dan wisata religi (Makam Sunan Drajat).

Walaupun TPI, Wisata dan juga Industri penyumbang besar PAD di Kab. Lamongan, namun kondisi masyarakat kecil, terutama nelayan yang tergolong nelayan tradisional pun tidak beranjak lebih baik. Hanya ada 2 kecamatan dari 27 Kec. yang dimiliki Kab. Lamongan yang kehidupan masyakatnya mayoritas nelayan, yaitu Kec. Brondong dan Kec. Paciran.

Di 2 Kecamatan tersebut, jumlah nelayan tradisional cukup banyak atau mayoritas dari struktur masyarakat nelayan. Pendapatan nelayan tradisional hanya cukup memenuhi kebutuhan makan saja dan terkadang tidak cukup jika dikalkulasi secara keseluruhan biaya hidup yang lain, listrik, uang sekolah anak, PDAM, dll.

Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut terjadi. Pertama, musiman. Nelayan khususnya nelayan tradisional mengantungkan aktivitas pencarian ikan pada musim-musim tertentu, padahal kebutuhan sehari-hari harus dipenuhi.

Kedua, degradasi ekosistem laut. Ekosistem laut mulai tidak bersahabat lagi dengan nelayan. Banyak trumbuh karang yang rusak akibat ulah nelayan sendiri dan terjadi penurunan jumlah habitat ikan. Ketiga, ketergantungan ”absolut” terhadap aktivitas kelautan. Penduduk pesisir utara lebih banyak mengantungkan kesaharian hidupnya hanya pada pendapatan hasil laut, dan ”seakan-akan” tidak ada penghasilan lain selain hasil laut.

Dan keempat, kebanyakan masyarakat nelayan dalam perputaran kehidupan sosial ekonomi kelautan hanya berprofesi sebagai konsumen dan penyumplai saja. Sedangkan posisi produsen dengan hasil yang melimbah hanya dikuasai oleh kelompok kecil masyarakat bahkan cendrung mereka berasal dari luar daerah nelayan.

Hal lain yang membuat nelayan tak berdaya adalah ketergantungan utang bersyarat yang lebih banyak merugikan nelayan miskin. Kondisi-kondisi tersebut yang menjerat kelompok nelayan tradisional menjadi miskin dan tak berdaya. Terlebih tidak didukung dengan pengetahuan yang cukup.

Kondisi tersebut membutuhkan kecerdasan dan strategi pas tanpa harus meninggalkan potensi alam yang mereka miliki. Diferensiasi mungkin menjadi alternatif masyarakat nelayan bisa keluar dari jerat-jerat tersebut. Diferensiasi pendapatan memungkin nelayan miskin tidak tergantung utang, meluluh ke laut, dll.

Peralihan fungsi ikan dan pengelolaannya menjadi nilai diferensiasinya. Bagaimana ikan bisa dikelola dan bernilai lebih dibandingkan ketika dijual langsung dengan resiko kualitas ikan menurun (potensi busuk cepat) dan harga tambah murah? Diantara diferensiasi yang bisa dilakukan oleh masyarakat nelayan sendiri adalah mengelola ikan menjadi makanan ringan, seperti kerupuk, sosis, nuget dll. Makanan tersebut bisa bernilai dan dikomersilkan sehingga pada akhirnya bisa membantu perekonomian nelayan.

Untuk itu, perlu adanya keterampilan pengelolaannya. Pendidikan Mengelola Ikan menjadi makanan ringanmenjadi hal yang sangat penting untuk digalakkan karena hal tersebut menjadi media pembelajaran bagi nelayan, terutama bagi Ibu-Ibu untuk mengelola dan memproduksi ikan menjadi makanan ringan, dan pada akhirnya diharapkan bisa membantu perekonomian mereka.

Selain itu, pendidikan tersebut diharapkan bisa menstimulasi terbangunnya spirit enterpreneurship dalam rangka meningkatkan kemandirian, kreatifitas serta produktifitas rumah tangga miskin serta diharapkan menjadi alternatif usaha dan penghasilan bagi rumah tangga miskin (nelayan) sehingga bisa meningkatkan penghasilan mereka. Dus, pada akhirnya kemiskinan hanya bisa dijawab dengan pemberdayan ekonomi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline