Lihat ke Halaman Asli

Cahyo YumanTripamungkas

Manusia Bertindak Tuhan Berkehendak

Menilik Museum Perjuangan TNI, Museum Bersejarah yang Kian Sepi Peminat

Diperbarui: 2 Februari 2023   15:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Artikel ini ditulis oleh Cahyo Yuman Tripamungkas, mahasiswa dari Kejepangan Universitas Airlangga bertepatan magang di kementerian koordinator pembangunan manusia dan kebudayaan bidang Deputi 5

Tidak bisa dipungkiri jika berbicara mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) pastinya tidak bisa terlepas dari proses sejarahnya yang panjang. TNI itu sendiri berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang bertugas sesuai kebijakan dan keputusan politik negara. Di Sumatera Utara khususnya Kota Medan ada sebuah museum berisikan koleksi koleksi senjata yang berkaitan dengan perjuangan ataupun TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Museum yang dikelola oleh Kodam Bukit Barisan ini berdiri atas prakarsa Kolonel EWP Tambunan dan dilaksanakan oleh Letkol Nas Sebayang. Peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 1971 oleh Pangdam Bukit Barisan Brigjen Leo Lopulisa dengan nama Museum Bukit Barisan.

Peta lokasi Museum Perjuangan TNI (Google Maps)

Gedung Museum tadinya adalah sebagai kantor Asuransi Jiwa NV. Arnhem yang dbangun pada tahun 1928 dengan Groevewegen sebagai arsiteknya. Pihak militer pada saat itu Tentara Teritorium yang berada di bawah pimpinan Panglima Kawilarang, mendapatkan bangunan yang sekarang difungsikan menjadi museum pada tanggal 29 Desember 1949 pasca Agresi Militer Belanda II.

Museum Kodam I Bukit Barisan ini memiliki sekitar 555 buah. Sesuai nama museumnya, koleksi koleksi tersebut berkaitan dengan perjuangan ataupun TNI (Tentara Nasional Indonesia). Diantaranya berupa senjata-senjata kuno yang banyak di antaranya merupakan hasil rampasan, perlengkapan perang seperti pakaian, obat-obatan dan alat medis, alat komunikasi, serta atribut-atribut TNI.

Banyak sekali koleksi senjata senjata kuno atau bahkan senjata hasil rampasan perang seperti

SMR Kaka Cal. 6,5mm pernah digunakan berperang di Front Medan Area tahun 1945-1947 (Dok. pribadi)

Mortir 5 dipergunakan pada pertempuaran pemulihan keamanan dalam negeri sejak tahun 1950 (Dok. pribadi)

SMR KNIL MK-I no 2018 yang dirampas dari gudang Belanda saat pertempuran di Tanah Karo tanggal 7 Mei 1949 (Dok. pribadi)

Tabung Pelontar dipergunakan saat penumpasan PRRI dan DI/TII di Tapanuli dan Aceh, pada tahun 1949 (Dok. pribadi)

SMR Medzen digunakan menumpas pemberontakan PRRI di Sibolga tahun 1959 (Dok. pribadi)

Walaupun berisikan banyak sekali barang barang bersejarah dan biaya masuk ke dalam Museum yang cenderung hanya dikenakan sumbangan sukarela namun pada kenyataannya Museum ini terus melakukan berbagai upaya untuk menarik pengunjung. Tercatat data di tahun (2018, 2019, 2020) jumlah pengunjung masih relative sedikit berkisar 3900 orang. Mungkin kendala Jam buka museum yang hanya buka di hari senin sampai jumat serta tutup di hari sabtu dan minggu menjadi alasan sedikitnya jumlah pengunjung ditambah masih rendahnya daya minat masyarakat Indonesia terhadap peninggalan prasejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline