Lihat ke Halaman Asli

Pelukan Terakhir

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Perlahan dengan rasa tak karuan
Kuputar memoriku pada suatu waktu tertentu
Menyentuh dinding kelam abu-abu
Sejujurnya kuasaku tak rela
Mengenang lara yang telah terkubur lama
Namun......aku ingin bernostalgia sekaligus menggali makna

tujuh haRi siLam
Kala dahaga cinta belum terluapkan
Dan ratap tangis belum mengalun sempurna
Ayah dijemput kembali ke tanahNYA
Aku kalap .... hancur, remuk dan kata tiada lagi ada
Mengisyaratkan getir....di sekujur raga juga jiwa

Sempat kain hitam membalut erat
Namun tak bergegas kusadari itu
Karena kelemahan diri dalam kubangan debu tak bertuan
Aku dan lekatan hitam itu ayah peluk mesra
Sebagai tanda akhir beradunya ikatan sanubari kita

Ternyata.... itulah pelukan terakhirku bersama ayah
Dan kini kurindui itu
Salahkah bila aku mohon pada Tuhan untuk dipertemukan
Dalam mimpi

Untuk sekedar berbincang dan memandang
Ampun Tuhan.... jika hasrati ini terdengar curam dan lantang
Sungguh tak bermaksud

Berat tuk terus bersenandung
Cukup disini kenang bertahtakan muram
Kan kusimpan dalam album biru perjalanan
Beserta sisa beberapa keindahan

Aku hanyalah setitik yang kehilangan
Masih ada titik-titik lain yang lebih nestapa
Kita hanya terpisah dimensi jarak
Tapi tetap dapat mendekat melalui tengadah tangan yang merapat

Walau kadang terselip rindu tak terperi
Kutepis jauh agar hujan tak membasahi
Ayah adalah kisah berbingkai pasrah
Dan semoga aku, ayah, dan bunda dapat bersua

Di keabadianNYA.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline