Lihat ke Halaman Asli

Cucu Cahyana

Guru Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing

Isra Mi'raj Akademik

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Bagaikan “Isra akademik antara dua benua” (Amerika-Eropa), karena di malam pergantian umur (ke-41) itu saya dalam penerbangan dari Montreal ke London dengan “buraq” (British Airways), di bawah panduan “Jibril” (Hasan Hanafi); dilanjutkan “Mi’raj” akademik (presentasi dihadapan dua raksasa dunia Orientalisme dan Oksidentalisme (M. Arkoun dan Edward W. Said) di “Sidratul Muntaha” (Inggris, Negara Barat yang mampu menggantikan kejayaan Dunia Islam karena berhasil menaklukan Mughal Empire dan Ottoman Empire, yang kemudian melahirkan peradaban Amerika Utara). “Berita Gaib” yang saya bawa pulang ke bumi adalah perubahan sikap Inggris terhadap Islam. The University of Exeter mendirikan Arab and Islamic Studies untuk memahami Islam secara obyektif karena tuntutan perkembangan Islam di Inggris.

Petikan “nyentrik” di atas saya temukan dalam buku “Jihad Ilmiah; Dari Tremas ke Harvard” (Pesantren Nawesea Press: 2009, hal. 127) . Buku ini ditulis oleh seorang santri yang bahkan sambil mancing pun bisa sukses menancapkan tajinya di Barat (Amerika dan Eropa), Prof. K. Yudian Wahyudi, Ph.D.


Saya kira tidak belebihan jika Prof. Yudian mengumpamakan jihad ilmiahnya dengan peristiwa Isra Mi’raj yang besok hari (29/6) diperingati oleh seluruh Kaum Muslimin. Apa gerangan yang telah dicatatkannya dalam sejarah Muslim Indonesia hingga petikan kalimat di atas muncul?


Prestasi Langka


Perjalanan “Isra dan Mi’raj”-nya itu dimulai dengan hijrahnya Yudian belia dari kampung halamannya, Balik Papan ke kota-asal petinggi RI saat ini, Pacitan. Di Pacitan, tepatnya di Pesantren Tremas, Arjosari, Yudian belia mendapatkan bekal yang menurutnya sebagai kunci kesuksesannya mengalami “Isra dan Mi’raj Akademiknya” itu.

  • “…dapat disimpulkan orang lulusan pondok pesantren yang bahasa Arabnya bagus, itulah orang yang mempunyai kesempatan besar untuk menjadi profesor Islamic Studies di Barat kalau kuliah MA dan doktor di sana”.


“Karena bahasa Arab merupakan bahasa yang sulit bagi orang Indonesia. Jadi, kalau orang Indonesia sudah bisa bahasa Arab, hampir 100 persen akan bisa bahasa-bahasa lain, seperti Inggris, Prancis, dan Jerman”.

[Kutipan wawancara di Koran Republika, April 2009]

Dengan penguasaan bahasa Arab itu, Yudian muda, sukses menerbitkan 53 terjemahan dari Arab, Inggris dan Prancis. Salah satu karyanya bahkan terbit dalam Journal of Islamic Studies (Oxford University Press: 1998). Prestasi ini belum pernah dicapai seorang Muslim Indonesia manapun, bahkan Cak Nur (Nurcholis Madjid) sempat surprised dengan kabar ini (hal. 26). Pasalnya, Cak Nur sempat mengeluarkan statement:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline