Lihat ke Halaman Asli

Faried Rijalulhaq™

Just an ordinary person, but I'm Limited Edition...

When the Tears Run Dry

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setangkai bunga duduk di ambang jendela
Menyaksikan hari-hari berlalu
Dan mulai layu seiring waktu
ketika tak ada sang surya di langit
dan kuberada dalam gelap
terdiam tak berkutik
Laiknya bayangan yang diam membatu
mencoba tuk bayangkan
bagaimana yang tadinya sejoli menjadi sendiri

Ku terluka,
Kau cabik semua yang terajut
dan selesai sudah catatan dalam diariku,
dengan harapan
entah bagaimana akan kurajut kembali
kubiarkan lautan air mata menjadi garam di pesisir daguku,
Hingga tak ada lagi yang tersisa
Ku disni,
tanpa tahu kemana kepergianmu,
saat airmata mengering,

Kucoba pergi jauh
Namun dalam ketidakpastian
tak penting jalan mana yang kan kuambil
rasanya seperti berputar berlawanan arah
dan semua jembatan yang p'nah kulalui hilang dalam pandanganku

Dan kuberteriak keras
Apakah ada yang mendengarku ?
Kutak tahu dimana kuberada
Tak jelas
mengapa kuberharap kau disini
saat ku tlah pergi?

Mungkin kuharus lari
Mungkin kuharus menghilang
Mungkin kuharus mencari tempat
dimana kubisa temukan kebahagiaan
dimanapun, kecuali disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline