Kehadiran Basuki Tjahaja Purnama (atau kerap disapa Ahok) di Pertamina memang membawa perubahan positif.
Dengan jabatan sebagai Komisaris Utama, Ahok menggerakan perusahaan BUMN ini agar terus menerus berbenah dan berinovasi. Termasuk di bidang investasinya.
Harus diakui, memang bukan Ahok kalau tidak membuat kontroversi namanya. Ia selalu penuh dengan sensasi, namun juga berisi substansi. Ia dibenci, tetapi juga dicintai.
Sikapnya yang keras, tegas, dan blak-blakan menjadi antitesa dari pejabat publik kita yang kerap diplomatis dan penuh kompromi selama ini.
Tapi justru sikap jujur seperti itu yang sebenarnya disukai masyarakat. Kebijakan yang rasional demi kebaikan jangka panjang memang butuh sosok berani seperti dia.
Seperti baru-baru ini, Ahok menyatakan bahwa Pertamina akan menutup sebagian kilang minyaknya. Pernyataan ini tentu saja membuat publik bertanya-tanya, kenapa begitu?
Ternyata itu didasari oleh pertimbangan efisiensi dan kapasitas produksi. Pertamina tengah menyiapkan skema jangka panjang untuk menjadi produsen utama migas nasional.
Dari enam kilang yang dimiliki Pertamina, sebagian dinilai sudah tidak efisien lagi. Oleh karena itu, sudah layak ditutup dan digantikan dengan yang baru. Penutupan itu sekaligus sebagai upaya mendorong integrasi kilang minyak dengan produk petrokimia.
Ada dua lokasi yang diproyeksikan akan dikembangkan sebagai kilang terintegrasi petrokimia, yakni Kilang Tuban dan Kilang Balongan.
Rencana tersebut selaras dengan prioritas investasi Pertamina untuk tahun depan. Di antaranya adalah Pembangunan kilang bahan bakar minyak (BBM) dan petrokimia.