Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Lebih Manusiawi Daripada Macau

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpapasan dengan tetangga kiri kanan di sini, cuek. Saling sapa sepertinya tak biasa. Apalagi saling tolong menolong. Berbeda jauh dengan kampung saya di Indonesia sana. Setiap hari antar tetangga selalu hangat. Saling tolong menolong adalah biasa bahkan kebiasaan. Tetangga hajatan maupun tetangga terkena musibah kita semua akan datang ramai-ramai membantu tanpa mengharapkan pamrih.

Sungguh berbeda, bagai lembah dan cakrawala situasi kedua negeri yang sempat saya tinggali ini. Inilah sederetan pengalaman yang saya alami di sini yang benar-benar semakin memupuk kecintaan saya kepada Indonesia.

Pengalaman pertama

Saat itu musim dingin, bulan februari, malam pukul 8. Saya dalam perjalanan pulang dari kerja. Turun dari bus dan menyusuri trotoar menuju rumah. Beberapa langkah berjalan, mata saya menangkap sosok kakek tua kira-kira berusia 70 tahun, berjalan sempoyongan, mulutnya merintih-rintih tak jelas, tubuhnya saya lihat terkadang bergetar. Saya perhatikan, semua pejalan kaki yang berjalan lalu lalang tak peduli. Kakek itupun akhirnya limbung, cepat-cepat saya melompat sekuat tenaga menahan tubuh renta sang kakek, mencegahnya jatuh berdebum ke lantai trotoar yang keras. Kakek ini pingsan, masih juga tak ada yang peduli. Panas sekali badannya.

Tenyata jaket yang dikenakan kakek ini jahitannya rusak sana sini. Orang-orang yang lewat melihat saya dengan mengernyitkan dahi serta dengan pandangan aneh. Saya mencoba memanggil mereka untuk menolong, tapi tak ada yang mau. Aneh sekali sikap mereka bagi saya yang terbiasa dengan budaya tepo seliro ( tenggang rasa ) di negeriku. Saya lepas jaket saya, menyelimutkannya pada tubuh kakek ini.

Seorang ibu mendekati saya. " Mui (panggilan anak perempuan) kok maunya repot-repot, panggil saja polisi". Sayapun langsung menelpon polisi. Tak berapa lama polisi datang. Mereka semua heran melihat saya. Banyak kata terimakasih yang diucapkan oleh 3 orang polisi itu. Menanyakan negara saya mana. Aneka pujian dari polisi-polisi Macau ini dipersembahkan untuk Indonesia.

Kejadian Kedua

Di pagi hari, beberapa tahun ke depan. Saat saya berangkat bekerja. Di suatu tempat bus yang saya tumpangi berhenti dalam waktu yang lama, karena ada kecelakaan lalu lintas. Saya mencoba melihat ke depan, menembus kerumunan masa yang membentuk lingkaran, menyaksikan korban tergeletak di tengah jalan. Semua penumpang dilarang keras turun, karena di Macau kalau naik kendaraan umum hanya di bus stop penumpang boleh turun. Pintu bus terkunci secara otomatis dan rapat.

Pelan-pelan dan agak susah, akhirnya mata saya menangkap sosok korban kecelakaan yang ternyata adalah seorang wanita muda, di kaki dan kepala tetesan darah terlihat, ngeri. Wanita ini bergerak-gerak sedikit, kadangkala. Tak ada satupun orang yang menonton menolong. Ah, lagi-lagi menunggu polisi. Tak tahan saya dekati sopir, minta turun untuk meringankan beban wanita itu. Sopir menolak keras permintaan saya. Semua penumpang menghujani saya dengan pandangan heran.

Lama polisi datang, ketika polisi beserta ambulan tiba, wanita ini sudah tak bergerak. Ntah pingsan ntah yang lainnya.

Kejadian ketiga

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline