Mataram- Erik Erikson adalah seorang psikolog perkembangan yang dikenal karena teorinya tentang delapan tahap perkembangan psikososial manusia. Teori ini tidak hanya berfokus pada perkembangan individu, tetapi juga menekankan pentingnya pengaruh lingkungan dan budaya dalam pembentukan identitas seseorang. Dalam setiap tahap perkembangan, Erikson mengidentifikasi krisis psikososial yang harus diatasi oleh individu untuk mencapai keseimbangan yang sehat. Artikel ini akan membahas bagaimana lingkungan dan budaya memengaruhi setiap tahap perkembangan psikososial Erik Erikson, serta relevansinya dalam kehidupan modern.
Relevansi dalam Kehidupan Modern
Teori psikososial Erikson tetap relevan dalam memahami hubungan antara perkembangan individu, lingkungan, dan budaya. Dalam konteks kehidupan modern, teori ini mengingatkan kita tentang pentingnya menciptakan lingkungan sosial yang mendukung setiap tahap perkembangan manusia.
Peran Teknologi dan Media Sosial
Dalam dunia modern, media sosial memiliki pengaruh besar pada tahap identitas remaja. Remaja sering mencari validasi dari teman sebaya melalui platform ini, yang dapat memengaruhi bagaimana mereka membentuk identitas mereka.Globalisasi dan Perubahan Budaya
Globalisasi telah menciptakan pertukaran budaya yang intens, yang dapat memengaruhi nilai dan norma dalam setiap tahap perkembangan. Contohnya, generasi muda di budaya tradisional mungkin menghadapi konflik nilai ketika mereka terpapar budaya Barat yang lebih individualistis.Konteks Urban dan Rural
Lingkungan perkotaan yang serba cepat dapat memberikan tantangan yang berbeda dibandingkan dengan lingkungan pedesaan yang lebih tenang. Hal ini memengaruhi cara individu mengatasi krisis psikososial, seperti bagaimana mereka membangun hubungan atau menemukan makna dalam hidup.
Peran Lingkungan dalam Tahap Psikososial Erikson
Tahap 1: Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0--1 Tahun)
Pada tahap ini, bayi mengembangkan rasa percaya kepada dunia di sekitarnya jika kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, kasih sayang, dan keamanan, terpenuhi. Lingkungan rumah yang stabil dan pengasuhan yang penuh cinta memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan. Sebaliknya, pengabaian atau pengasuhan yang tidak konsisten dapat menanamkan rasa ketidakpercayaan terhadap dunia.Tahap 2: Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan (1--3 Tahun)
Pada tahap ini, anak mulai mengeksplorasi kemandirian, seperti belajar berjalan atau makan sendiri. Lingkungan yang mendukung eksplorasi dan memberikan kesempatan untuk membuat keputusan kecil membantu anak mengembangkan rasa otonomi. Sebaliknya, kritik berlebihan atau kontrol yang terlalu ketat dapat menyebabkan rasa malu dan keraguan diri.Tahap 3: Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3--6 Tahun)
Lingkungan sosial, seperti keluarga dan teman sebaya, menjadi penting pada tahap ini. Anak yang didorong untuk berinisiatif, seperti bermain kreatif atau mencoba hal baru, akan mengembangkan rasa percaya diri. Sebaliknya, jika inisiatif mereka selalu ditekan atau dianggap salah, mereka mungkin merasa bersalah dan takut mencoba hal baru.Tahap 4: Kerajinan vs. Rasa Rendah Diri (6--12 Tahun)
Sekolah dan lingkungan sosial memainkan peran besar dalam tahap ini. Anak belajar keterampilan baru dan mulai mengevaluasi kemampuan mereka dibandingkan dengan teman sebaya. Jika mereka mendapatkan pengakuan dan dorongan dari lingkungan, mereka mengembangkan rasa kompetensi. Namun, kegagalan yang terus-menerus atau kritik dari lingkungan dapat menimbulkan rasa rendah diri.