Lihat ke Halaman Asli

Dewan Perwakilan Ricuh

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ironis! Itulah satu kata yang dapat menggambarkan bagaimana situasi politik di negara kita tercinta, Indonesia akhir-akhir ini. Hawa-hawa panas yang bergulir sejak Pilpres lalu ternyata masih saja terbawa walau Presiden terpilih telah dilantik dan bekerja bersama para menterinya. Sungguh ironi memang di saat Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta Kabinet Kerja-nya telah bekerja (blusukan), sang DPR yang notabenenya sebagai penyambung lidah rakyat dan pengawas jalannya pemerintahan malahan sibuk sendiri mengurusi jatah kursi pimpinan, alat kelengkapan, serta koalisi-koalisinya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak awal rapat paripurna pemilihan ketua DPR, kita sebagai rakyat disuguhi tontonan layaknya sinetron yang telah dirancang sebegitu detailnya. Alur cerita tersebut sangatlah gamblang terlihat, hujan interupsi, kericuhan di ruang sidang, lobby-lobby yang tidak menghasilkan, Walk Outnya salah satu partai, hingga hilangnya palu dari dalam ruangan sidang mewarnai “rapat kerja” DPR. Padahal belum 24 jam lalu mereka begitu gagah mengenakan jas-jas pantalon yang mewah dan mengucapkan sumpah seraya akan bekerja DEMI RAKYAT. Namun yang terjadi sungguh-sungguh bertolak belakang. Itulah gambaran para wakil rakyat yang sepertinya tak akan pernah pudar meski pemerintahan silih berganti. Yang terbaru adalah munculnya pimpinan DPR tandingan yang dibuat oleh Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang notabenenya adalah koalisi penyokong pemerintahan Jokowi-JK. Hal ini disinyalir sebagai wujud kekecewaan KIH, terhadap Koalisi Merah Putih (KMP) yang dianggap menguasai seluruh posisi pimpinan dan alat kelengkapan DPR. Metode yang dilakukan dalam pemilihan tersebut juga adalah paket dan voting. Hal ini dianggap sangat bertolak belakang dengan budaya bangsa Indonesia yang lebih mengedepankan proses musyawarah dan mufakat. Jika hal ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin memang ketegangan akan semakin meruncing antara kedua kubu koalisi. Kita sebagai rakyat mungkin tidak terjun langsung dalam jalannya pemerintahan, namun kita dapat mengawasi dan jika diperlukan kita dapat bertindak jika kelakuan para wakil kita di Senayan semakin “menjadi-jadi”. Vox Populi, Vox Dei!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline