Kita pasti pernah setidaknya sekali merasa kasihan pada seseorang yang kita temui dalam perjalanan hidup kita. Entah pada orang yang kita rasa memiliki nasib tidak semujur diri kita, atau apapun kasihan. Bisa juga kita kasihan dalam bentuk permakluman. Misalnya saat ada teman yang kita tahu dia mencuri dan kita enggan memberitahukan atau mengadukannya. Kita kasihan padanya, nanti dia akan bisa terkena masalah lagi.
Mungkin kita juga pernah mendengar kasih. Entah dari lagu atau bacaan. Kata kasih sendiri sejajar dengan kata cinta. Menurut KBBI daring, kata kasih berarti perasaan sayang. Cinta dan sayang, kita bisa dapatkan sensasi berbunga-bunga dan indah dari sebuah kata, kasih. Mengasihi berarti menaruh kasih kepada atau mencintai.
Meski hanya memiliki perbedaan dua huruf, antara mengasihi dan mengasihani, keduanya memiliki esensi yang berbeda sekali. Coba renungkan, apakah ketika kita mengasihani seseorang berarti juga kita mengasihi orang itu. Atau sebaliknya, ketika kita mengasihi orang itu berarti kita mengasihani dia juga. Anda bisa jawab sendiri.
Menurut KBBI daring, kata kasihan atau mengasihani berarti menaruh belas kasih kepada. Belas kasih itu sendiri berarti rasa iba. Apakah kita ketika mencintai atau mengasihi seseorang menggunakan rasa iba? Permasalahaan rasa iba adalah, sama seperti contoh di awal tadi, ada perasaan bahwa orang lain kurang beruntung. Posisi yang dihasilkan oleh perasaan ini adalah sebuah bentuk kesadaran akan ketimpangan. Bahwasannya, orang yang menaruh rasa iba pada orang lain, hampir pasti adalah orang yang lebih dari yang ditaruhi rasa iba.
Posisi relasi kuasa ini tidak ada dalam kasih. Kita tidak mengasihi seseorang karena ia lebih rendah atau tidak lebih beruntung dari kita. Kasih memiliki bentuk penyaluran rasa cinta yang sejajar. Seperti ketika kita memiliki pacar yang sudah barang tentu bukan dalam rangka mewujudnya rasa iba. Kalau memang ada rasa kasihan yang muncul dalam sebuah hubungan berpacaran, boleh kita periksa lagi kondisi hubungan kita. Pasti timpang dan pasti bermasalah.
Saya akan coba untuk memberikan ilustrasi. Bayangkan, Anda memiliki teman yang seringkali menceritakan keluh kesahnya pada Anda tanpa mau mendengarkan masukan atau bahkan cerita Anda sendiri. Keluh kesahnya adalah permasalahan sepele, hanya karena udara yang buruk, pekerjaan yang melelahkan atau kalah taruhan. Dia menceritakan itu berulang kali, setidaknya seminggu empat kali di waktu ayng tidak tentu. Kadang siang, kadang malam menjelang tidur.
Kalau dari sudut pandang kasihan, rasa iba, Anda akan mendengarkan terus, memaklumi teman Anda. Tidak akan menegur apalagi memarahinya atas keluh kesah yang ia miliki atau perilakunya yang bisa saja mengganggu waktu. Karena kasihan, teman Anda tidak jadi mendapat kritik soal hidupnya dari orang yang sangat mengetahui dia. Karena kasihan dan rasa iba, teman Anda akan terus melakukan usaha mencari jalan keluar yang sama, tanpa pernah berpikir jalan keluar lain dari masalah yang dimilikinya. Atau bahkan dia tak akan pernah dewasa, karena yang ia tahu adalah ia telah melakukan hal yang benar.
Berbeda dengan kasih. Dengan berbasis cinta, tindakan Anda, seburuk apapun terlihatnya akan membawa kemajuan pada teman Anda. Misalnya, Anda tidak lagi mau mendengar cerita teman Anda, Anda juga menegurnya mengingatkannya bahwa permasalahan yang ia hadapi punya jalan keluar. Juga, Anda bahkan memarahinya agar maju. Mengingatkan bahwa setiap manusia punya masalah dan diberi akal untuk menemukan jalan keluar. Menasihatinya bahwa perilaku demikian adalah perilaku yang perlu diubah. Saya rasa, dengan kasih, bila ditukarposisi pun Anda juga menginginkan hal yang demikian, teman yang membawa Anda keluar dari lumpur tempat ia berkubang.
Pada kasus lain, pertimbangan kita antara mengasihani dan mengasihi kabur karena adanya hubungan personal yang sulit bagi kita mengambil keputusan tegas. Semisal, ketika keluarga kita yang kita tahu berbuat salah pada orang lain. Kegalauan kadang terjadi, antara kasihan karena ia keluarga, bagaimanapun harus kita bela dan bantuk saat bermasalah. Dengan pertimbangan kasih, biarkan ia belajar dari kesalahan.
Kesimpulannya, cinta dan sayang bukan hal yang sepele. Cinta itu membebaskan. Membebaskan kita dan orang yang kita cintai dari perasaan yang tidak perlu. Hal ini juga karena cinta dan kasih memiliki relasi kuasa yang setara. Tidak ada yang menjadi obyek kasih sayang atau kasihan. Kasih itu mendorong keluar dari masalah, mendewasakan dan mendampingi. Kita tahu kegiatan mendorong dan mendampingi adalah kegiatan yang mana posisi dua manusia harus sejajar. Begitu pula mendewasakan, apakah kita mungkin dituntun menjadi dewasa oleh orang yang tidak lebih dewasa dari kita?
Kasihan dan kasih memang berhubungan dengan perbuatan baik, secara langsung ataupun tidak langsung. Hal yang membedakannya adalah prinsip dari tindakannya. Kita hanya sekadar menaruh rasa iba atau menaruh rasa cinta.