Lihat ke Halaman Asli

Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Istilah ketahanan pangan di negeri kita mulai dipertanyakan. Pakar-pakar yang katanya mengusung ekonomi kerakyatan mulai menyoal ide ini. DR. Rizal Ramli misalnya, memaparkan yang paling penting bukanlah ketersediaan pangan secara mencukupi seperti yang dimaksud dalam frasa ketahanan pangan. Beliau mengutip pandangan populer di kalangan akademisi pertanian bahwa yang terpenting adalah kedaulatan pangan, dalam arti kita juga berkuasa dan mandiri untuk mengatur kecukupan sendiri. Menurutnya pengadaan pangan yang sangat tergantung pada impor dan subsisidi seperti ini adalah bom waktu menuju ketakmampuan pangan.Jauh sebelum para pakar itu menggagas ide ini, Bung Karno tampaknya sudah mengerti perbedaan filosofis dan praktis antara “sekedar meperoleh” dengan “berdaulat”. Berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, demikian beliau mengungkap cita-cita luhurnya akan kedaulatan. Tidak hanya untuk pangan, bahkan untuk banyak hal lain yang merangsang kemajuan bangsa. Pameo berdikari itu diungkapkannya selepas Indonesia baru saja membuka satu blok penambangan minyak bumi dengan bantuan tenaga ahli Amerika Serikat. Saat itu ditanyakan, mengapa tidak segera membuka blok lainnya. Mengingat harga minyak bumi yang cukup tinggi dan ladang minyak yang melimpah, tawaran ini tentu masuk akal dan menggiurkan. Namun jawaban beliau tegas dan jelas : “Tunggu sampai sarjana-sarjana kita bisa menambangnya sendiri.”

Apa yang terjadi sekarang di negara-negara berkembang memang nampaknya jauh dari cita-cita luhur seorang pemimpin seperti Bung Karno. Keterdesakan kebutuhan memang sering memaksa pemimpin negara untuk menjauhkan kebijakannya dari kemandirian. Kaki negara-negara ini nampaknya terlalu lunglai untuk menopang apalagi untuk melangkah.

Namun ide tadi sebenarnya memberi sudut pandang yang tajam untuk menyelesaikan masalah-masalah di negara berkembang. Tidak cukup hanya proteksi dan subsidi agar bertahan, diperlukan mengembangkan kemandirian dan kedaulatan untuk maju. Wacana filosofis ini menantikan aplikasi guna memberikan pembenaran empiris atasnya. Apa yang dilakukan di Iran dan Bolivia mungkin mencoba untuk menjawabnya. Namun mari juga melihat pencoba-pencoba yang lebih tua seperti Kuba, Korea Utara, Myanmar dan Libyia yang patut dipertanyakan adakah kedaulatannya menjadi kemajuan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline