Siang itu pada 2 Mei 2014, saya dan istri bepergian menggunakan Kereta Commuter Jabodetabek dari Stasiun Tanahabang menuju Stasiun Jurangmangu. Saat itu saya & istri belum mengetahui adanya aturan PT. KCJ selaku pengelola Kereta Commuter Jabodetabek yang menaikkan nilai batas minimal saldo mengendap dan nilai jaminan pada kartu e-money (diterbitkan bank Rp 11.000) ataupun kartu jaminan (diterbitkan PT. KCJ Rp 10.000).
Memasuki gate in Stasiun Tanahabang yang berjubel, saya pun dibantu oleh petugas keamanan menggunakan kartu masterkarena e-money saya mengalami gagal bertransaksi. Saya dan istri berjalan memasuki kereta tanpa ada peringatan dari petugas keamanan bahwa saldo saya tidak mencukupi untuk menggunakan jasa PT. KCJ ini.
Kami tiba di Stasiun Jurangmangu dan langsung menuju gate out. Alangkah terkejutnya saat saya tidak dapat keluar dan mengetahui alasannya. Saldo saya tidak mencukupi bertransaksi pada gate out. Setelah berdebat beberapa lama dengan petugas keamanan, akhirnya saya membayar denda suplisi sebesar Rp 50.000 yang diterima oleh saudara M. Tomi selaku keamanan Stasiun Jurangmangu.
[caption id="attachment_368741" align="aligncenter" width="150" caption="Karcis Suplisi PT. KCJ"][/caption]
Padahal menurut Peraturan Bank Indonesia No.16/8/PBI/2014 Pasal 13 A ayat 2 jelas menyebutkan tidak boleh ada pembatasan uang mengendap pada e-money dan kartu e-money ini adalah milik pribadi yang dibeli dari bank dan berisi uang yang tersipan di bank.
Menurut pandangan saya skema bisnis PT. KCJ yang dijalankan terlalu membebani pengguna jasa Kereta Commute Jabodetabek. Alangkah baiknya jika PT. KCJ melakukan pemotongan uang dengan tarif terjauh pada gate in dan redeem pada gate out, sehingga dapat menghindari terjadinya kekurangan saldo saat berada di gate out yang berujung pada denda suplisi sebesar Rp 50.000.
Salam,
CaesarBM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H