Lihat ke Halaman Asli

Pameran Srikandi#2 Menolak Malu : Tak Mau Kalah Dengan Laki-Laki, Perempuan pun Unjuk Gigi

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1302805341873858371

Setiap ada pameran mayoritas adalah seniman laki-laki, kalaupun ada perempuannya jumlahnya sedikit. Oleh karena itu Srikandi mengajak seniwati-seniwati khususnya mahasiswi ISI untuk membuat pameran. Selain itu, pekerja seni perempuan mendapat kesulitan untuk berkarya dan menunjukkan eksistensinya apabila sudah berkeluarga. Bulan April merupakan bulan yang dianggap tepat dan mendukung acara ini karena bertepatan dengan hari Kartini. Berangkat dari pemikiran tersebut, Srikandi menggelar pameran mengenai perempuan saat bulan April. Komunitas Srikandi merupakan perkumpulan mahasiswi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta semua angkatan (baik yang masih aktif kuliah maupun drop out) dan alumnus yang berdiri tahun 2008.

Pameran Srikandi#2 diketuai oleh Eva Dewa Marsyitha. Pameran Srikandi#2 berlangsung dari tanggal 10-14 April 2011 di Taman Budaya Yogyakarta, rangkaian acara mengenai perempuan memeriahkan pameran Srikandi#2. Dimulai dengan pembukaan pameran yang dilakukan pada hari Minggu 10 April 2011 pukul 19.00 WIB menampilkan pertunjukan dan fashion show dari mahasiswa seni teater dan tari. Dilanjutkan dengan seminar dan workshop yang diadakan setiap hari selama pameran.

Menolak Malu merupakan pameran kedua dari Srikandi. Pameran Srikandi pertama diadakan tahun 2008 dengan tema Yes I Do. Pameran kedua ini bertema Hegemoni Kemaluan dengan tajuk menolak malu. Sesuai dengan tujuan utamanya Srikandi didirikan agar seniwati juga dapat menunjukkan eksistensi mereka melalui karya, Srikandi berusaha menggelar pameran.

Pemilihan tema dan tajuk menolak malu didasarkan pada filosofi yang mereka miliki yaitu perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah kemaluan yang dimiliki, terlepas dari permasalahan feminisme. Terkadang sebagai perempuan, kita dituntut untuk macam-macam sedangkan laki-laki dapat lebih bebas. Ada hegemoni mengenai kemaluan disini, mengapa harus malu menunjukkan potensi diri karena sejatinya yang membedakan laki-laki dan perempuan adalah kemaluan.

“Komunitas ini berdiri 2008 tergolong masih baru, belum ada kas dana yang pasti untuk pameran. Semua dikerjakan sendiri, panitia juga merupakan peserta pameran”, ungkap Oktivana sekretaris acara pameran sekaligus koordinator komunitas Srikandi.

Srikandi merupakan komunitas terbuka, siapa saja boleh masuk asal mahasiswi ISI. Layaknya sebuah komunitas, komunitas ini terdiri dari pengurus dan anggota. Srikandi selalu menjaga hubungan dengan anggota dan alumni melalui situs jejaringan sosial di internet. Pameran Srikandi#2 ini juga bertepatan dengan peringatan ulangtahun Srikandi yang jatuh pada 10 April. Srikandi berharap dapat menggelar pameran setiap tahun.

Persiapan pameran dilakukan selama enam bulan, dalam waktu yang singkat Srikandi dapat menunjukkan potensi mereka dengan menampilkan karya terbaik mereka. “Awalnya kami berusaha mencari tempat, biasa untuk persiapan seperti ini butuh waktu satu tahun namun karena kami dapat tempat dengan segera kami melakukan sosialisasi dan penjaringan teman-teman di kampus”, jelas Oktivana.

Tidak ada proses kurasi karena pameran ini wadah perempuan untuk bebas berekspresi dan berkarya. Sebelumnya Srikandi melakukan seminar dengan Fara Wardani seorang kurator terkenal Indonesia. Fara memberikan gambaran mengenai tema yang mereka angkat dan juga memberi referensi-referensi. “Seminar ini membantu peserta untuk memberikan gambaran mengenai tema”,lanjut Oktiana.

Pameran Srikandi#2 diikuti oleh 100 peserta dengan kurang lebih 80 karya yang dibuat baik secara kolektif maupun individu. Karya yang ditampilkan merupakan karya seni rupa dan media rekam mahasiswi fakultas media rekam, juga ada karya dari seniwati undangan seperti RA Sekartaji Suminto, Dyah Yulianti, dan Woro Anindya. Karya yang berupa audiovisual peserta pameran diputar pada hari Selasa 12 April 2011 pukul 19.00 WIB

Karya yang dipamerkan sebagian besar merupakan karya baru yang dibuat oleh peserta, tahun pembuatan karya-karya ini adalah tahun 2010-2011. Untuk membuat karyanya, peserta menggunakan dana pribadi. Karya-karya yang dibuat dengan media kanvas, mix media, printing, batik, foto, tekstil dapat menarik perhatian para pengunjungnya yang berasal dari segala macam latar belakang. “Pameran berisi karya-karya yang kreatif, tidak hanya lukisan tetapi ada foto, patung atau boneka, puisi, dan lain sebagainya. Sudut pandang beragam mengenai wanita dapat aku temukan melalui pameran ini”, ungkap Fadjari mahasiswa Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Seminar dengan tema perempuan di dunia kontemporer berlangsung pada hari Senin, 11 April 2011 pukul 16.30-21.00 WIB dengan menghadirkan pembicara Farsijiana Adeney Risakotta, ketua Koalisi Perempuan Indonesia devisi Yogyakarta dan Tita Rubi “ICAN”. Seminar dihadiri oleh banyak peserta dan beberapa tanggapan dan pendapat mengenai adanya wadah yang menguntungkan bagi perempuan. Karya yang utuh dari pengalaman perempuan, bisa merangkaikan potongan-potongan cerita dan pengalaman perempuan. Workshop dengan tema perempuan dan tatto diadakan pada hari Rabu 13 April 2011 pukul 16.00 WIB dengan pembicaranya Lois Nur Fathiarini dari CarpeDiem Tatto dan Ajeng dari Toxic Tatto.

Pembicara acara seminar dan talkshow berasal dari sponsor yang mendukung pameran Srikandi#2. Selain dari kampus ISI Yogyakarta sendiri dukungan dan sponsor datang dari Pemkot Yogyakarta, Taman Budaya Yogyakarta, Spektrum Digital, Cakruk Digital Print&Photography Studio, CarpeDiem Tatto Studio, Toxic Tatto Park dan TDO.

Closing ceremony pada hari Kamis 14 April 2011 dimulai pukul 18.30 WIB dengan menghadirkan band-band asal Yogyakarta diantaranya Delitta, Jenny, Jamphe Johnson, Sangkakala, Makcincer’s, patriot 85. Katika WeDe, Control-Z, Santi “Saned” ft. Darmo Gandul dengan MC DianaJanes dan Asty “Macan”. Pertunjukan ini berlangsung secara meriah dan banyak pengunjung yang datang, meski terjadi keterlambatan jadwal namun tidak mengurangi antusias penonton untuk menontonnya hingga akhir. Pertunjukkan ini gratis dan terjadi interaksi secara langsung antara pengunjung dan pengisi acara. “Acara meriah, saya senang dan puas dengan acara ini karena selain gratis panggungnya juga unik tidak ada level sehingga interaksi dapat terjalin antara penonton dan band yang tampil”, ungkap Suseno mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Musik yang disajikan beragam mulai dari Blues hingga Rock&Roll, pertunjukan ini berlangsung damai dan ditutup dengan penampilan dari band Jenny.(wwd)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline