Lihat ke Halaman Asli

Melawan Persekusi Atas Kebebasan Berpendapat

Diperbarui: 10 Juni 2017   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang di Indonesia, apabila ingin mengungkapkan pandangan terhadap sesuatu hal yang sensitif seperti agama, hukum, dan lain lain, masih belum ada jaminan keamanan maupun kebebasan untuk melakukannya. Kejadian yang menimpa dokter Fiera Lovita, Indri Sorayya Zulkarnain, dan Afi Nihaya bisa menjadi contohnya. Karena tulisan mereka di media sosial yang mengungkapkan kebenaran dari perspektif berbeda, mereka akhirnya mendapatkan tindak ancaman dan persekusi. Hal ini menunjukkan bahwa negara belum mampu menjamin kebebasan berpendapat untuk warganya.

Apa itu persekusi ? Persekusi adalah tindakan perburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga untuk kemudian disakiti, dipersusah, atau ditumpas, sehingga ada unsur praktik intimidasi, penyiksaan, dan penganiayaan. Tindakan ini marak di Indonesia dan belakangan menargetkan sejumlah individu lantaran mengunggah konten di media sosial yang berbeda pendapat dengan mereka.

Hal tersebut tentu mengancam kebebasan berekspresi seseorang yang diatur dalam Undang-Undang. Aksi main hakim sendiri yang dilakukan FPI tersebut mengancam jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang diatur Pasal 28 (E) UUD 1945. Pasal itu berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Selain itu, intimidasi dan teror atas pengguna media sosial bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 yang merupakan ratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Konvenan Sipol). Beleid tersebut mewajibkan negara untuk menjamin hak sipil dan hak politik setiap warga negaranya.

Negara seharusnya hadir untuk melawan ketidakadilan ini. Dalam konteks ini, kita perlu memberi apresiasi kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yang meminta agar seluruh jajarannya berani menindak tegas pelaku persekusi yang belakangan ini marak terjadi. Dan kita berharap POLRI dapat menangkap pelaku persekusi dan menimbulkan efek jera bagi pelaku pelaku lainnya

Masalah persekusi ada ketika terjadi kefanatikan akan ide, kepercayaan dari pandangan diri sendiri. Masyarakat Indonesia sendiri terkadang masih sulit untuk menerima perbedaan pendapat. Jangankan untuk menerima, untuk mengungkapkan saja terkadang dilarang seperti kasus kasus ini.

Kasus Fiera, Indri, dan Afi sepertinya malah menyadarkan banyak orang bahwa dalam alam realita pemikiran dan perbedaan pendapat, perlu adanya proses dialogis yang benar-benar terbuka, mengasumsikan kebenaran dari perspektifnya masing-masing, tanpa harus bersikap fanatik berlebihan dan menganggap bahwa kebenaran hanya ada, sesuai, dan diyakini oleh perspektifnya sendiri.

Bagi saya, perbedaan pendapat seharusnya dipandang sebagai sebuah alternative kebenaran atas sebuah realita yang juga belum pasti kebenarannya. Apabila setiap orang memandang perbedaan pendapat sebagai ancaman, maka yang terjadi adalah perpecahan.

Sikap fanatisme yang melekat secara individu maupun kelompok harus didekati melalui dialog penyadaran sosial-keagamaan secara intensif sehingga lambat-laun sikap fanatisme yang melekat dapat memudar. Ide dan gagasan memang tidak dapat dihancurkan, namun mereka dapat dibuat menjadi tidak relevan dengan ide dan gagasan lainnya.

Dialog terus menerus harus selalu dikedepankan dalam membendung sikap fanatisme yang terlampau berlebihan, bukan dihadapi dengan cara-cara “menggebuk” secara otoriter. Indonesia sendiri sejatinya masih memiliki seperangkat hukum yang mampu dipergunakan untuk mengantisipasi kelompok-kelompok fanatik yang bersikap berlebihan dan merasa benar sendiri secara legal.

Pembubaran memang tidak harus dilakukan, cukup “memenjarakan” ideologi fanatisme dari kelompok-kelompok yang melakukan persekusi ini melalui penyadaran sosial-keagamaan, baik berupa dialog yang dinamis atau memperluas wawasan keagamaan mereka melalui serangkaian diskusi dan kajian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline