Lihat ke Halaman Asli

Caca Pria Mardiansyah

Universitas Negeri Surabaya

Pengaruh Pengelolaan Kemarahan terhadap Kesejahteraan Emosional Generasi Z

Diperbarui: 15 Desember 2024   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena Kemarahan

Kemarahan adalah emosi universal yang dirasakan oleh semua orang tanpa memandang usia. Emosi ini muncul sebagai respons terhadap situasi yang dianggap tidak adil, mengancam, atau memicu frustrasi. Namun, di era modern, kemarahan mengalami perubahan signifikan, terutama di kalangan Generasi Z (Novaco, 2010).

Generasi Z, yang dikenal sebagai digital natives, tumbuh dalam lingkungan teknologi yang berkembang pesat. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter menjadi tempat mereka mengekspresikan perasaan, baik positif maupun negatif. Media sosial memungkinkan mereka menyuarakan isu sosial dan lingkungan. Namun, di sisi lain, media ini juga sering memicu rasa tidak puas dan frustrasi akibat perbandingan sosial, terutama ketika melihat kesuksesan orang lain (Kühne & Baumann, 2019).

Selain pengaruh media sosial, tekanan akademik dan persaingan karier turut menjadi sumber kemarahan. Banyak Generasi Z menghadapi ekspektasi tinggi dari keluarga, pendidikan, dan masyarakat. Ketika hasil tidak sesuai harapan, perasaan frustrasi dan konflik emosi sering muncul (Casey, 2015).

Konflik identitas juga menjadi tantangan bagi Generasi Z. Mereka kerap merasa marah saat tidak dihargai atau tidak sesuai dengan norma sosial. Tanpa strategi pengelolaan emosi yang baik, kemarahan ini dapat merusak hubungan interpersonal dan berdampak negatif pada kesejahteraan mental mereka.

Pengelolaan kemarahan yang sehat tidak hanya penting bagi individu, tetapi juga berkontribusi pada komunikasi yang harmonis, produktivitas positif, dan peran sebagai agen perubahan. Dengan strategi yang baik, Generasi Z dapat mengubah kemarahan menjadi kekuatan untuk menyelesaikan masalah sosial, menciptakan lingkungan yang lebih baik, dan mencapai keseimbangan emosional (Chambers et al., 2009).

Teori

Teori pengendalian kemarahan oleh Charles D. Spielberger (1988) menjelaskan pentingnya regulasi emosi untuk mencegah perilaku agresif. Melalui pengembangan State-Trait Anger Expression Inventory (STAXI), Spielberger mengidentifikasi tiga cara utama ekspresi kemarahan:

Anger In: Menekan emosi kemarahan, yang dapat memicu stres internal.

Anger Out: Mengekspresikan kemarahan secara agresif.

Anger Control: Mengelola kemarahan secara konstruktif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline