Menjelajahi pelosok-pelosok negeri merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan. Bahkan para dokter sudah banyak merekomendasikan kepada mereka yang sedang stres menghadapi suatu masalah, seperti covid-19 ini yang kita tidak ketahui sampai kapan berakhirnya, ditambah persoalan karena tertekan oleh beratnya beban hidup.
Saya memiliki cara untuk melepaskan semua itu dengan berjalan ke tempat-tempat indah yang tak pernah saya kunjungi. Karena itu, marilah sesekali kita berjalan menjelajah pelosok negeri untuk mencari ketenangan, bergembira, berpikir, dan sekaligus menghayati ciptaan Tuhan yang sangat luas ini. Betapa tidak, karena kamu akan banyak menyaksikan keindahan panorama yang mempesona. Keluarlah dari rumah, lalu perhatikan apa yang ada di sekitarmu, di depan matamu dan di belakangmu.
Kali ini saya akan membahas satu pantai tersembunyi dibalik bandara Ahmad Yani, Semarang. Akses lokasinya tidak ada di google maps, karena tempatnya tertutup dengan lokasi proyek yang tertera di maps. Sore itu matahari sangat galak di ujung timur seperti sudah bersiap untuk menenggelamkan dirinya, namun meminta saya untuk mengikuti kilauannya.
Akhirnya saya dan teman kantor mengikuti jalur ke arah bandara, kami banting setir dan berbelok kearah perkomplekan dan memasuki sebuah gang tersembunyi yang bertuliskan plang “Dilarang berfoto-foto diwilayah ini.” Tentu kami penasaran dengan itu, akhirnya mobil kami memasuki area hamparan sawah luas nan hijau itu, serupa dengan sabana diperbukitan.
Di tengah jalan ada seorang warga menghentikan mobil kami dan menanyakan keperluan kami di tempat ini, saya katakan dengan jujur ingin ke ujung sabana itu dan berfoto-foto. Lalu beliau berkata, “Oh silahkan saja diujung sabana ada pantai Baruna namanya, tapi kalau mau kesana bayar dulu 20.000 untuk biaya parkir.” Kami pun mengangguk menuruti perkataanya.
Sesampainya di ujung sabana, kami benar-benar mendapati sebuah pantai ciamik yang jarang sekali pengunjung disana. Hanya ada beberapa warga yang sedang asik memancing ikan di tepian sembari menikmati sunset di kaki cakrawala. Saya tertegun melihat paduan warna langit yang sedikit keemasan itu membuat air laut menjadikan berkilau seperti cerminan dari langit di atas.
Saya juga mendegar suara perahu kayu dikejauhan dengan mesin tuanya yang memutari tengah laut seperti mencari posisi yang nyaman untuk memancing. Namun sayangnya ditepian pantai hanya ada bebatuan kecil menutupi pasir, serta ilalang di pinggirnya.
Akhirnya saya bisa tersenyum lagi tanpa memakai masker diwajah, karena pada intinya hanya inilah yang saya butuhkan saat ini. Kedamaian hati, pikiran, dan tempat yang menenangkan jiwa.
Randu, Semarang - Jawa tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H