Fenomena wabah covid 19 membentuk new habbit. Semua orang menganut Multi Device Ecosystem dengan kata lain Digital Over Consumption. Aktivitas yang berhubungan dengan digital menyebabkan kelelahan fisik. Selain kelelahan fisik, seseorang yang menghabiskan waktu terus- menerus di depan laptop, gadget, mengalami kelelahan emosional.
Fenomena tersebut membentuk jati diri menjadi fomo, phubbing, dan social comparison. Perlu diingat, teknologi memang memudahkan aktivitas dan membantu dalam berinteraksi, namun di sisi lain teknologi dapat mendistraksi berinteraksi secara langsung.
Digital wellbeing merupakan tools untuk mengatur schedule antara batasan mengonsumsi gadget dan interaksi luar ruangan. Namun pengertian digital wellbeing bukan hanya sebagai tools, tetapi juga mengedepankan bagaimana individu nyaman menggunakan aktivitas digital.
Digital wellbeing berkaitan erat dengan psychological wellbeing, di mana dimensi dalam psikologi wellbeing antara lain self acceptence, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan diri. Penguasaan lingkungan dan hubungan hubungan positif dengan orang lain bagian yang paling penting dalam membentuk digital wellbeing.
Bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara kehidupan online dan kehidupan real life?
1. Awareness, menyadari bahwa kehidupan interaksi nyata jauh lebih penting. Interaksi antara orang tua, teman, dan alam
2. Self control, menyadari bahwa kontrol diri menjadi poin utama dalam mengatasi mental
3. Intervention, kondisi di mana kita harus menyadari perbedaan jeda waktu istirahat agar tidak terlalu lama di depan layar gadget
Maka dari itu, terapkan wellbeing untuk lebih nyaman dengan penggunaan teknologi, terutama gadget.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H