Lihat ke Halaman Asli

Kania Rahmawati

fakta dan opini.

Kebijakan Ekstradisi Malaysia dan Indonesia Mengenai Kasus Korupsi Djoko Tjandra

Diperbarui: 6 Juli 2021   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam Pasal 3 Ayat 1, UUD menyatakan bahwa "Indonesia merupakan negara hukum." Dengan begitu, kebijakan mengenai kasus Djoko Tjandra sangatlah berkaitan erat dengan konteks ini. Pada dasarnya, negara hukum berarti negara yang menjadikan hukum sebagai sebuah acuan utama yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyatnya, baik itu para pejabat/petinggi maupun masyarakat biasa.

Kasus Djoko Tjandra berhasil menyita perhatian kalangan masyarakat Indonesia dan Malaysia pada beberapa waktu ke belakang. Lantas, kasus seperti apa, sih yang dilakukan oleh Djoko Tjandra ini? Mengapa kasusnya bisa menyangkut pautkan kedua belah pihak negara?

Dalam kasus korupsi Djoko Tjandra, Malaysia menjadi negara yang akan dilibatkan untuk mengatasi kasus tersebut, dengan tujuan untuk melaksanakan pemulangan pelaku korupsi, yakni Djoko Tjandra dari Malaysia ke negara asalnya, Indonesia. Malaysia dan Indonesia telah melakukan perjanjian ekstradisi sejak tahun 1974, didorong atas faktor kepentingan efektifitas dalam perwujudan peradilan antara Indonesia-Malaysia.

Ektradisi sendiri memiliki pengertian yaitu 'proses pemulangan seorang tersangka yang terjerat hukuman di luar negeri dan hendak dipulangkan ke negara asalnya'. Maka dari itu, kasus ektradisi yang dilakukan terhadap Djoko Tjandra menjadi salah satu contoh dari praktik ektradisi itu sendiri.

Adapun perwujudan Indonesia sebagai negara hukum dibuktikan dengan keterlibatan dalam mendukung adanya pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah menjadi permasalahan di tingkat internasional melalui kerjasama internasional. Misalnya, keterlibatan Indonesia sebagai negara pihak pada UNCAC atau United Nation Convention Against Corruption, yang mana Indonesia telah meratifikasi UNCAC melalui UU No. 7 Tahun 2006.

Selain itu, perjanjian ekstradisi yang merupakan implementasi asas hukum internasional demi pencegahan adanya kasus korupsi yang bersifat transnasional telah diadakan Indonesia dengan tujuh negara di dunia.

Djoko Tjandra disahkan menjadi seorang buronan sejak tahun 2009, dengan kasus pengalihan hak tagih atau Cassie Bank Bali. Untuk menghindari jeratan tersebut, Djoko Tjandra akhirnya melarikan diri ke berbagai negara dan salah satunya adalah Malaysia (diduga pada tahun 2019).

Kemudian, Indonesia bermaksud untuk melaksanakan ekstradisi terhadap Djoko Tjandra agar kasusnya bisa segera diselesaikan dan Djoko Tjandra mendapatkan hukuman yang setimpal. Namun, Malaysia melakukan penolakan terhadap kebijakan tersebut karena beberapa alasan, di antaranya;

1. Keberadaan Djoko Tjandra kurang spesifik atau wilayahnya bersembunyi tidak diketahui secara pasti.

2. Djoko Tjandra bisa saja melakukan playing victim dengan mendasari tuduhan kejahatan politik terhadap dirinya.

3. Julukannya sebagai buronan kelas kakap menjadi salah satu akasan kuat jika Djoko Tjandra mungkin saja memiliki relasi dengan beberapa tokoh besar di Malaysia seperti mantan perdana menteri Malaysia yakni Najib Tun Razak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline