Lihat ke Halaman Asli

Antre Elpiji Di Negeri Kaya Gas

Diperbarui: 26 Juni 2015   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SETELAH memasuki tahap ketiga pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji di Kota Palembang, Sumatera Selatan, nyaris tak ditemukan lagi antrean warga membeli minyak tanah. Namun ironis, kini yang terjadi justru antrean warga yang akan membeli elpiji alias liquefied petroleum gas.   Sejak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diumumkan pemerintah pada 24 Mei, pemandangan antrean elpiji terlihat setiap hari di Kota Palembang. Bahkan, warga sering gagal mendapatkan elpiji karena stok di agen langsung ludes.    Seperti terjadi pada agen elpiji Pertamina, PT Dwi Ola di Jalan Kapten A Rivai, Palembang, ratusan tabung dijejer oleh pemiliknya yang antre sejak pagi hari. Akibatnya, truk pengangkut ratusan elpiji yang datang sekitar pukul 11.00 langsung habis dalam waktu tidak lebih dari 45 menit.    Hampir setiap pagi, jalanan di depan agen Pertamina tersebut macet karena antrean sampai ke jalan dan kendaraan pembeli terparkir di badan jalan. Pemandangan tersebut menjadi santapan sehari-hari warga dalam beberapa minggu terakhir dan menjadi indikator elpiji masih langka dan sulit diperoleh.    Kelangkaan stok diduga terjadi karena permintaan yang tidak normal dipengaruhi efek psikologis konsumen yang khawatir tidak kebagian atau panic buying. Kelangkaan juga mendongkrak harga jual elpiji sehingga warga terpaksa membeli dengan harga Rp 90.000 dari harga normal Rp 55.000-Rp60.000 per tabung 12 kilogram.    Pihak Pertamina di Palembang menjelaskan, kelangkaan elpiji juga dipengaruhi faktor kenaikan harga BBM yang mengakibatkan pembelian konsumen di luar batas. Dia menduga, hal itu terjadi karena sebagian warga Palembang khawatir harga elpiji akan naik setelah kenaikan harga BBM.    Pertamina juga memastikan belum berencana menambah pasokan. Meskipun sudah minta penambahan pasokan tabung elpiji ukuran tiga dan 12 kilogram hingga 10 persen dari stok normal per bulan.    Namun apa pun penyebab antrean, seharusnya hal tersebut tidak terjadi di Palembang karena Sumatera Selatan merupakan lumbung energi yang memiliki cadangan gas bumi sebanyak 17.645,12 triliun standard kaki kubik (BSCFF). Di antaranya, cadangan yang sudah terbukti mencapai 4.205 BSCF dan yang sudah dapat diangkat sebanyak 1.100 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).    Apalagi di Palembang terdapat Kilang Plaju yang juga memproduksi elpiji untuk Pulau Jawa dan Kalimantan. Jadi, kejadian antrean elpiji merupakan keadaan yang sangat bertentangan dengan kondisi Sumsel yang kaya gas alam. Seharusnya, konversi minyak tanah ke gas bisa berjalan mulus tanpa terjadi antrean. Tidak siap    Antrean di Palembang yang dikenal sebagai kota pempek tersebut bukan hanya ironis, tetapi sekaligus menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam melaksanakan program konversi bahan bakar karena pasokan elpiji yang menjadi pengganti tidak mencukupi. Hukum pasar berlaku, antrean terjadi karena permintaan lebih banyak dibandingkan dengan pasokan. Lalu mengapa Pertamina tidak membanjiri pasar dengan elpiji untuk mendukung pemerintah mengurangi pemakaian minyak tanah yang menyerap subsidi relatif besar. Jawabnya, karena pemerintah hanya memindahkan beban subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke kas anggaran PT Pertamina.    Deputi Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina Hanung Budya dalam pertemuan dengan tokoh masyarakat Sumsel di Palembang mengatakan, Pertamina harus mengeluarkan subsidi Rp 7 triliun untuk memenuhi kebutuhan elpiji saatini. Subsidi terpaksa dilakukan karena harga elpiji sesuai tingkat keekonomiannya atau sesuai dengan biaya produksinya sekitar Rp 10.000 per kilogram, namun dijual ke konsumen hanya Rp 4.250 per kilogram. Dimulai 2007    Jadi, setiap pembelian elpiji untuk tabung 12 kilogram sebenarnya terdapat subsidi sekitar Rp 69.000 dengan asumsi harga elpiji yang sesungguhnya Rp 120.000 per tabung. Oleh karena itu, makin banyak permintaan elpiji di pasar, maka subsidi Pertamina akan semakin banyak.    Konversi minyak tanah ke gas di Palembang dimulai tanggal 24 November 2007 sekaligus menandai dimulainya program tersebut di luar Pulau Jawa. Acaraseremonial yang dihadiri Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Faisal dimulai dengan membagi paket kompor elpiji kepada 50 keluarga di Kelurahan Kebun Bunga, Kecamatan Sukarami, Palembang.    Selanjutnya, pembagian paket konversi tahap I di Palembang dimulai untuk 95.578 keluarga. Konversi BBM tahap II dimulai bulan Desember sebanyak 84.938 keluarga sehingga total konversi BBM di Palembang 180.516 keluarga. Pihaknya menargetkan program konversi minyak tanah kepada 200.000 warga miskin selesai didistribusikan 2008.    Program tersebut, sepertinya sukses karena antrean minyak tanah mulai berkurang di pelosok Kota Palembang. Apalagi setelah kenaikan harga minyaktanah, warga benar-benar beralih ke kompor elpiji dengan tabung 3 kilogram.    Sejauh mana pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji dapat dilihat dari tingginya biaya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah dari APBN jika pemakaian minyak tanah tetap tinggi. Dengan asumsi harga minyak mentah 130 dollar AS per barrel seperti saat ini, biaya produksi minyak tanah menjadi Rp 10.000 per liter.    Jika volume produksi minyak tanah tidak dikurangi yang mencapai 9,8 juta kiloliter sebelum program konversi digulirkan, bisa dibayangkan besarnya subsidi pemerintah untuk minyak tanah.    Namun, pemerintah tetap harus terus menekankan bahwaapa pun bahan bakar yang digunakan saat ini tetap saja ada ongkos subsidi dari pemerintah atau Pertamina sehingga warga harus bijaksana menggunakan bahan bakar.    Sementara untuk menjamin kenyamanan konsumen, terutama yang sudah lebih dulu menggunakan elpiji, sebaiknya Pertamina diminta realistis menghadapi lonjakan permintaan, meskipun konsekuensinya harus menanggung rugi. Toh, subsidi yang digunakan Pertamina sesungguhnya uang pemerintah atau rakyat juga.    Daripada antrean elpiji merusak kepercayaan warga yang sudah mau beralih memakai elpiji. Atau, jangan sampai warga terpaksa memakai kayu bakar dan tidak percaya lagi dengan program energi pemerintah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline