Modif Kendaraan, antara Langgar Aturan Versus Ikutan Trend
Bila tidak peduli dengan perubahan yang terjadi pada lingkungannya, anak muda dicap tidak gaul, ketinggalan zaman, serta ungkapan - ungkapan " menohok " lainnya.
Mereka kurang menyadari bahwa yang namanya mode tersebut tidak akan bertahan lama, seiring dengan mode itu sendiri bila lagi trend, maka banyak diikuti dan bila waktunya usai, hilang mbak tidak berbekas.
Jika kurang cermat menyikapi suatu perubahan yang setiap saat terjadi dan hampir disegala " aspek kehidupan " maka alamat akan menjadi " korban " dari perubahan itu sendiri.
Dalam terbitan sebuah harian nasional, tapi saya lupa nama media dan tahun terbitnya. Profesor Sarlito Wirawan pernah mengatakan bahwa remaja itu seperti "memegang sabun basah. "
Memegang sabun basah, jika pegangannya terlalu keras sabun akan lepas, juga bila pegangannya terlalu lemah, sabun juga akan jatuh kebawah. Jadi menurut beliau perlakuan terhadap para remaja tersebut, sedang-sedang saja.
Kembali ketopik tulisan ini, anak saya yang sulung baru berkendaraan sendiri kemana pergi setelah masuk usia kuliah, meskipun ketika masih di SLTA sudah saya izinkan, tapi tetap belum mau dan lebih memilih naik angkutan kota (angkot) bila kesekolah.
Memang sesekali diantara kesekolah walaupun hanya sampai pintu gerbang, tapi selama kurang lebih tiga tahun lebih banyak numpang angkotnya.
Menginjak usia kuliah, saya berikan sepeda motor jenis dan tipe teranyar pada masa itu untuk dipakai ke kampus, tidak baru memang, tapi masih cukup bagus, belum pernah over houl.
Disamping memang sudah waktunya karena sudah cukup dewasa, juga dari tempat kediaman kami kekampus anak saya kuliah waktu itu belum ada jalur angkot.