Lihat ke Halaman Asli

Filosofi Sang Mahapatih ...

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tiupan seruling yang mengalun dari kejauhan itu mengusik pikiran Sang Mahapatih. Pendengarannya yang tajam mampu menangkap alunan seruling itu walau dari jauh.  Saat ini dia sedang berkunjung melihat markas latihan balatentaranya di perbatasan. Betapa dia puas melihat para prajurit bergerak cekatan, sigap dalam menyusun formasi perang...semangat yang mereka tunjukkan,  dibawah gelegar komando Sang Jendral Panglima Perang dan tabuhan genderang...benar-benar menunjukkan bahwa mereka adalah para prajurit yang dapat diandalkan. Perang sedang berkecamuk antara dua kerajaan tetangga. Dia harus memastikan betul bahwa pasukan prajuritnya siap menghadapi segala kemungkinan. Bisa saja, api perang menjalar sampai ke kerajaannya. Sejenak dia terlupa akan tiupan seruling dikejauhan itu. Tapi...kali ini tiupan seruling, terdengar lebih jelas, lagi-lagi hatinya terusik. Lagu yg ditiupkan peniup seruling cukup indah, tapi dia menangkap ada nada kesedihan disitu. Dengan sebat Sang Mahapatih mengangkat tangan, seketika senyap ... tabuhan genderang dan aba-aba si Jendral langsung hilang. Disisi lain perbukitan yang mengelilingi lembah markas pasukan...tampak Mahapatih tahu-tahu sudah berada disitu. Ternyata yang meniup seruling itu adalah seorang anak gembala. Anak itu di temani oleh kakeknya. Sang Patih berkata : "Adik kecil ... lagu tiupan serulingmu indah, tapi kenapa aku menangkap ada rasa kesedihan disitu ...?" Si Anak gembala tersenyum dengan sedikit takut menengok ke kakeknya. "Maafkan kami paduka ...itu lagu yang sering dimainkan cucu saya kala menggembala kerbau-kerbau kami..." jawab si kakek. "Dia bersedih karena kerbau yang kami tinggalkan berendam di sungai ...hilang kemarin petang..." "salah seorang tetangga kami mengaku melihat, kerbau itu dibawa oleh beberapa prajurit..." dengan sedikit khawatir si kakek bertutur. Tapi tatapan ramah sang Mahapatih ... membuat si kakek, kembali tenang. "Mari kalian ikut saya..." ajak Sang Mahapatih kepada sibocah gembala dan kakeknya. Tiba di hadapan ratusan prajuritnya yang tengah berhenti berlatih, Sang Maha Patih berkeliling... matanya mengawasi tajam menyapu para prajurit satu persatu. "Jendral...katakan apa hukuman untuk prajurit yang mencuri ?" Si Jendral yang gagah ini lantang mengatakan, kalau hukumannya berat sekali...si pencuri harus di cambuk puluhan kali, sambil merasa marah sekali dalam hatinya, kenapa dalam pasukan yang di pimpinnya ada yang berani berbuat seperti itu. Mata jeli Sang Mahapatih melihat bahwa ada beberapa prajurit dari ratusan prajuritnya yg berkumpul di lapangan kala itu, tampak bahwa sepatu dan celananya kotor penuh lumpur sungai. Dia tahu...siapapun prajurit yang mencuri kerbau si anak gembala, pasti menarik kerbau itu dari sungai dan kakinya akana berlepotan lumpur dari sungai tersebut. Tapi diapun tahu ... kalau para prajuritnya adalah orang-orang yang setia dan berani, telah mengikuti banyak perjuangan bersamanya dari dulu. Semua prajurit..."Kalian berlari menuju lapangan kaki lembah itu dan balik lagi kesini danberbaris seperti tadi!" seru Sang Mahapatih.  Semua prajurit...serta-merta berlari mengikuti perintah sang Mahapatih. Sang Jendral segera maklum...bahwa kali ini Sang Mahapatih mau menyelamatkan prajuritnya yang bersalah tadi. Karena di ujung lembah itu, ada kubangan kolam berair sedang yang cukup luas...sehingga jika para prajuritnya berlari kearah sana, mereka pasti akan melewati kolam tersebut dan kaki serta baju mereka akan berlepotan lumpur semua. Sehingga tidak akan ketahuan siapa pelaku pencurian kerbau itu. Setelah para pasukan itu berkumpul kembali...Sang Mahapatih meminta untuk memeriksa kandang perbekalan di barak prajurit tersebut dan meminta untuk mengembalikan ke si bocah gembala dan kakeknya, kerbau yang di curi itu. Akhirnya si kerbau di temukan di situ dan segera di kembalikan kepada si bocah dan kakek. Sang Mahapatih meminta maaf atas kejadian ini kepada mereka. Sang Jendral pun merasa sangat malu dan bersalah. Langsung berlutut di depan si kakek dan si bocah itu...meminta maaf karena tidak bisa mendidik anak buahnya dengan baik. Serempak melihat Sang Jendral yang berlutut tadi, seluruh pasukan ikut berlutut minta maaf kepada si kakek dan si bocah.  Luar biasa...melihat barisan prajurit yang gagah berani ini semua melakukan hal yang sama...berlutut karena melihat pimpinan mereka meminta maaf dan berlutut atas kesalahan yang mereka perbuat. Si kakek dan si bocah pun ... langsung ikutan berlutut dan meminta maaf ke jendral...bahwa tidak perlu sampai begini jadinya. Dikembalikannya kerbau saja, mereka sudah sangat berterima kasih. Tergopoh-gopoh si kakek meminta sang jendral untuk bangkit berdiri. Sepeninggal si kakek dan bocah yang beranjak pergi. Sang Jendral berterima kasih atas kebijaksanaan Mahapatih untuk tidak menjatuhkan hukuman pada pasukannya. Dengan senyum kecil Sang Mahapatih berkata "Tidak apa-apa Jendral, sesungguhnya aku tahu penyebabnya adalah supply ransum makanan yang akhir-akhir ini tidak lancar..."  "Para prajurit kita telah lelah bersiaga dan berlatih sepanjang waktu...aku akan segera memerintahkan Menteri Pangan untuk membereskan hal ini..." kata Sang Mahapatih. Dari kejadian itu, tidak pernah ada lagi terdengar ternak penduduk yang di curi oleh pasukan kerajaan, para prajurit pun semakin setia dan menunjukkan loyalitas total kepada kerajaan. Dan penduduk sekitar barak pasukan tadi pun tidak segan-segan memberikan kelebihan hasil pangannya untuk menambah supply sang pasukan. Kondisi dan stabilitas kerajaan semakin kuat dan dalam perang yang akhirnya sampai ke kerajaan mereka, mereka berhasil memukul mundur pihak lawan yang hendak menduduki wilayah mereka. Negara makin aman dan rakyat pun makmur. Pemimpin yang bijaksana membawa kesatuan dalam pemerintahannya dan membuatnya menjadi kekuatan yang tidak terkalahkan dan mensejahterakan. Dulu sekali ... kita juga punya figur Mahapatih ... yang mengharumkan Nama Nusantara ini. (inspired by beberapa scene di film redcliff ) sumber gambar : internet Angouleme, 17 Agustus 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline