Lihat ke Halaman Asli

Zulkifli SPdI

Guru Bahasa Arab MAN 3 Solok dan MAN 2 Solok

Strategi Pembelajaran Dikejar Anjing Gila

Diperbarui: 17 Januari 2020   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagai pendidik, mungkin kita sudah sangat banyak mempelajari dan memahami strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang akan kita pilih dan gunakan dalam proses belajar mengajar tentu berperan serta dalam menentukan kualitas dari proses pembelajaran itu sendiri. Dan pada akhirnya juga akan berpengaruh kepada hasil pembelajaran yang dapat dicapai. 

Setiap strategi, mungkin tidak akan cocok untuk seluruh siswa maupun kelas yang kita masuki. Sehingga kita harus mencari alternatif-alternatif strategi lain yang cocok untuk di setiap kelas yang berbeda dan dengan situasi dan kondisi siswa yang berbeda-beda pula. 

Strategi mengajar di siang hari misalnya. Tentu saja tidak bisa disamakan dengan strategi pembelajaran di pagi hari. Strategi mengajar di kelas IPS tidak bisa disamakan dengan stategi mengajar di kelas IPA dan sebagainya.

Menyikapi hal itu, Penulis teringat akan salah satu strategi yang sering digunakan oleh guru SD dulu kala ataupun juga guru mengaji di zaman dulu. Mereka menggunakan strategi yang saya sebut sebagai strategi pembelajaran "dikejar anjing gila". "Lho... apa hubungannya?" celetuk seorang teman diskusiku pada suatu hari. Mari kita berikan sebuah analisa yang sederhana saja.

"Jadi begini, Sob... " Dalam kondisi normal, ketika di depan kita ada parit yang lebarnya hampir 2 meter bahkan lebih. Maka kita akan mencari seribu satu alasan untuk mengatakan tidak mampu melompati parit tersebut. 

Otak kita pun akan berfikir, kita tidak akan mampu melewatinya karena melebihi kemampuan melompat kita seperti biasanya. Namun tentu akan lain ceritanya ketika kita dikejar oleh anjing gila. Dan dihadapan kita membentang sebuah parit  dengan lebar yang sama. 

Maka, otak kita akan mencari seribu satu cara agar bisa selamat dari kejaran anjing gila tadi walaupun harus melompati parit yang lebar tersebut. Otak kita juga akan berfikir keras bagaimana caranya agar bisa melompati parit yang lebar itu tanpa tercebur ke dalamnya. 

Lalu, segenap anggota tubuh pun akan berupaya melaksanakan apa yang sudah difikirkan oleh otak. Hasilnya, dengan berlari sekuat tenaga dan melompat dengan sangat kuat maka parit yang lebar tadi bisa kita lompati dengan tepat. Dan selamatlah kita dari kejaran anjing gila tadi.

Begitu juga ketika kita sedang mengajar. Kita bisa menerapkan strategi yang sama. Sebagai contoh, ketika mengaji di surau dulu, sang guru sering memberikan kejaran seperti anjing gila tadi. 

Bukan berarti kami yang dikejarnya. Tetapi sering diberikan tugas tertentu seperti menghafal ayat atau bacaan shalat dengan benar dan cepat. Lima orang tercepat dan benar diperbolehkan pulang terlebih dahulu. 

Sementara bagi yang tidak hafal, maka rotan sudah menunggu. Maklum, saat itu orang-orang belum lagi pada sibuk mengurus HAM. Belum ada istilah kekerasan terhadap anak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline