Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selalu membutuhkan uang, baik diperoleh dari pendapatan maupun pinjaman dari pihak ketiga baik sektor formal maupun non-formal.
Pinjaman dari pihak ketiga atau dalam kata lain utang-piutang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia selama masih menggunakan uang sebagai alat transaksi.
Kegiatan utang-piutang ini erat kaitannya dengan tenggat waktu pengembalian. Jika masyarakat terlambat mengembalikan pinjaman ke sektor formal yakni bank, maka masyarakat akan mengalami kredit macet.
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023, rasio kredit macet atau Non-Performing Loan adalah 2,19%. Nilai NPL ini menunjukkan bahwa dari seluruh nilai kredit/pembiayaan yang disalurkan ke bank umum, sekitar 2,19% yang pembayarannya macet atau bermasalah. Angka ini juga jauh lebih baik dibanding masa pra-pandemi yang terlihat pada grafik berikut.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki nilai kredit macet terbesar di seluruh Indonesia. Adapun, nilai kredit macet provinsi Jawa Timur sebesar 3,01% sehingga membawa Jawa Timur menempati peringkat kelima kredit macet terbesar seluruh Indonesia.
OJK mencatat hingga per Juli 2023, Jawa Timur juga menjadi provinsi tertinggi ketiga dalam kategori pinjaman online sebesar 6,78 triliun. Kondisi ini sangat memprihatinkan pasalnya jika berlangsung dalam waktu yang lama akan berpotensi menimbulkan minimnya inklusi keuangan serta melambatnya pergerakan ekonomi.
Di sisi lain, Jawa Timur merupakan daerah yang masih kental akan kebudayaan lokal, salah satunya yakni tradisi buwuh. Tradisi buwuh merupakan tradisi jawa yang memberikan sumbangan kepada penyelenggara hajatan. Di beberapa daerah, tradisi ini dikenal dengan nama lain seperti mbecek, nyumbang, kondangan, ngamplop, masiadapari (Batak), tolo-tolo (Nias), mahosi (Ambon), passalog (Bugis), serta ondangan (Sunda).
Tradisi ini dianggap sebagai bentuk ikatan sosial untuk menolong sesama, tetapi apabila dilihat dari sisi resiprositas, tradisi ini dianggap sebagai bentuk utang-piutang yang harus dikembalikan.
Hal ini dikarenakan dalam tradisi buwuh terdapat suatu aturan atau norma tidak tertulis yang mengharuskan adanya pengembalian untuk menghindari konflik di masyarakat dan dilandasi oleh perasaan sungkan karena telah memberikan bantuan penyelenggaraan hajatan.