Lihat ke Halaman Asli

Bustanul Arif

Penulis, pengarang, community organizer, konsultan pemberdayaan masyarakat.

Peran Jokowi dalam Memenangkan Ganjar-Mahfud Secara Elegan

Diperbarui: 2 November 2023   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Jawa Pos

Jokowi adalah simbol kekuasaan. Di tangannya "apa saja" bisa "dikendalikan"; politik, hukum, kebijakan, anggaran, dan lain-lain. Ia punya legitimasi sekaligus instrumen untuk melakukannya. Perannya, dengan demikian, sentral untuk menentukan arah politik ke depan, arah masa depan Indonesia selanjutnya.

Nah, dari gonjang-ganjing politik yang terjadi saat ini, khususnya menyangkut dinamika politik elektoral 2024 nanti, dan khususnya lagi menyangkut pen-Capres-an, ada banyak hal yang kemudian akan menguntungkan salah satu pasangan calon. Entah disengaja atau tidak.

Kalau kita percaya teori konspirasi, tak ada yang kebetulan atas semua ini. Semua yang terjadi adalah by design, semacam drama yang sudah diatur sedemikian rupa hingga tampak sangat alamiah. Namanya juga drama, pasti ada plotnya, dong

Ada peran-peran utama, baik yang protagonis maupun antagonis. Ada pula peran-peran pembantu (pendukung) yang menguatkan unsur dramatik. Dan pastinya, ini yang utama, harus ada konflik. Tanpa konflik, maka sebuah drama tak akan berhasil. Tak menarik. Tak memberikan efek ketegangan ke penonton. Itulah gambaran politik hari ini jika kita pakai perspektif dramaturgi.

Atau kita tak perlu pakai teori konspirasi untuk melihat ini. Anggap saja semua ini alamiah. Anggap saja silent move atau apapun kita menyebutnya dari Jokowi adalah untuk membangun masa depan politik "keluarganya" sendiri, mumpung ia masih berkuasa. Atau barangkali ia ingin membuktikan diri bahwa sebagai pribadi ia kuat secara politik, sehingga konstelasi politik di negeri ini bisa pula dimainkan sendiri tanpa dukungan "Sang Ratu" dan rumah besar yang menaunginya selama ini (PDIP). Ini pun akan berdampak sangat positif terhadap kemenangan salah satu Paslon Capres dan Cawapres, yaitu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Mengapa? Dan mengapa pula hanya Paslon ini yang diuntungkan?

Pertama, munculnya Paslon Prabowo-Gibran telah dinilai publik cacat secara hukum. Publik menganggap putusan MK tentang batas usia minimal capres dan cawapres yang diperbolehkan di bawah 40 tahun asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah merupakan "skandal hukum" yang patut disayangkan karena ada conflict of interest di sana, mengingat Ketua MK-nya adalah ipar Jokowi dan gugatan ini dilayangkan untuk memuluskan jalannya Gibran yang nota bene adalah putra Jokowi sendiri menuju kursi Cawapres. Putusan ini dinilai cacat moral karena dianggap ada intervensi kekuasaan terhadap putusan hukum. 

Kalaupun tidak, privilege Gibran sebagai anak presiden tak bisa tidak telah mempengaruhi putusan MK. Akibat dari penilaian ini, maka elektabilitas pasangan calon ini akan berat untuk bisa naik. Publik kadung tak percaya. Belum lagi label negatif yang disandangkan ke Jokowi sekeluarga sebagai "pengkhianat" terhadap PDIP dan Megawati akan semakin memperberat langkah pasangan ini, seberapapun gemuknya koalisi partai yang mengusungnya.

Kedua, Paslon Anies-Muhaimin (Amin) tampaknya akan berat juga untuk naik karena ingatan publik terhadap Anies Baswedan yang dekat dengan kelompok Islam garis keras (HTI, FPI, 212). Apalagi, Anies diusung oleh PKS (walaupun deklarasi pen-Capres-annya didahului oleh Partai Nasdem), dan image Anies tak bisa dilepaskan dari PKS (hal ini diakui sendiri oleh tokoh-tokoh PKS melalui wawancara di sebuah stasiun televisi). PKS sejauh ini dianggap sebagai partai yang berbahaya bagi kelangsungan ideologi negara dan keutuhan NKRI karena ia adalah bagian dari gerakan Ikhwanul Muslimin yang mencita-citakan negara Islam.

Walaupun dengan digandengkannya Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, sebagai calon wakil presidennya telah mampu mendongkrak elektabilitas dan lumayan menutupi citra Anies sebagai bapak politik identitas, namun tampaknya masih akan berat untuk menang, karena massa NU sendiri sebagai pemilih PKB telah terpecah. 

Banyak masa NU yang merapat ke Prabowo dan lebih banyak lagi ke Ganjar. Apalagi setelah Ganjar menggandeng Mahfud MD yang nota bene adalah orang NU yang cukup dihormati dan diidolakan sebagai "orang-nya Gus Dur" dan tokoh negarawan yang tegak lurus, bersih, dan berani menegakkan hukum dan kebenaran dan tidak ada yang ditakutinya selama ia benar. Hal ini semakin memantapkan sebagian besar warga Nahdliyin untuk merapat ke Ganjar-Mahfud.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline