Senang rasanya mendengar bahasa daerah dipakai dan dipopulerkan oleh pemerintah melalui pengeras suara di beberapa bandara. Misalnya, bandara Ngurah Rai di Bali, Sultan Hasanuddin Makassar, Internasional Lombok NTB, Mutiara Sis Al-Jufri Palu dan lainnya.
Dengan digunakannya bahasa daerah sebagai salah satu bahasa resmi dalam menyampaikan pengumuman atau informasi mengenai jadwal penerbangan bagi seluruh penumpang, hal ini termasuk bentuk kesadaran pemerintah dalam melindungi serta melestarikan warisan budaya bangsa berupa bahasa.
Mengapa sadar? Sebab, Indonesia sudah banyak disesaki oleh istilah-istilah asing yang sengaja disusupkan oleh para penjaja budaya barat. Misalnya, nama perumahan, penginapan, rumah makan, tempat hiburan dan lain sebagainya yang dapat dengan mudah dijumpai.
Bukan tanpa terasa atau sengaja orang menggunakan nama Sunrise, Pakuwon City, Green Hills dan lain sebagainya. Justru mereka sengaja mengganti nama-nama lokal atau nasional dengan nama asing untuk kepentingan kolonial.
Boleh dikata, Indonesia sedang terjajah terutama dalam konteks seni serta budaya. Mungkin saja, suatu saat nanti seluruh bandar udara di Indonesia berganti nama, dari lokal dan nasional menjadi nama-nama asing.
Tentu langkah baik yang dilakukan pemerintah ini harus diapresiasi oleh semua pihak seraya berharap hal ini bisa segera diterapkan di seluruh bandara yang ada di Indonesia serta juga fasilitas-fasilitas publik lainnya.
Selain melestarikan dan membendung serbuan budaya asing, juga sebagai mengenalkan keragaman budaya Indonesia ke seluruh manca negara.
Minimnya Keberpihakan Pemerintah terhadap Masyarakat Adat
Sayangnya, pemerintah belum sepenuhnya memberikan perhatian pada semua ragam budaya dan seni di Indonesa, terutama masyarakat adat sebagai penemu, pewaris sekaligus perawat kebudayaan itu sendiri.
Banyak hak-hak masyarakat adat yang belum diberikan dan bahkan cenderung direnggut dari tangan mereka. Misalnya, soal wilayah adat yang seringkali menimbulkan konflik serta sudah banyak memakan korban. Sampai detik ini masih jauh dari harapan, sesuai dengan janji politik ketika kampanye.