Lihat ke Halaman Asli

bustanol arifin

TERVERIFIKASI

Happy Reader | Happy Writer

Pelakor dan Pebinor, Haruskah Dipenjara?

Diperbarui: 3 Januari 2024   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi selingkuh | sumber: freepik/husein

Pelakor dan Pebinor, dua istilah ini sebenarnya sudah tidak asing lagi dalam kamus kehidupan masyarakat Indonesia. Pelakor (perebut laki orang) adalah perempuan yang merebut suami orang. Sementara Pebinor (perebut bini orang) adalah laki-laki yang merebut isteri orang. Jadi, kedua jenis manusia ini memang ada sejak dahulu kala hingga saat ini. Perkerjaan utamanya mengganggu dan atau merebut suami atau isteri orang lain menjadi suami atau isterinya.

Buktinya? Maraknya kasus perselingkuhan yang terekam dan terekpos di media akhir-akhir ini adalah bukti nyata kalau pelakor dan pebinor itu memang ada. Sebenarnya, kasus seperti ini bukanlah fenomena baru dalam kehidupan masyarakat, bukan saja Indonesia tapi juga dunia seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Hanya saja, kasusnya semakin heboh dan viral karena tersebar melalui media sosial dan mendapatkan respon luar biasa.

Kasus ini membuat was-was banyak kehidupan rumah tangga, bukan hanya para wanita atau isteri, tapi juga para suami. Betapa tidak, beredar informasi kalau kasus perselingkuhan ini bukan hanya menyasar kalangan selebritas, tapi semua kasta manusia, termasuk kaya, miskin, jelek, rupawan, tua dan muda. Khawatir, kasus serupa dapat menimpa rumah tangga sendiri lalu berakhir dengan perpisahan

Sebagian malah sudah tumbuh syak wasangka negatif kepada pasangannya, curiga berlebihan kepada suami atau isterinya ketika sedang tidak bersama. Saling mengintip dan memata-matai setiap gerak-gerik pasangannya. Bayangkan, ketika suami berangkat kerja, isteri di rumah was-was suaminya selingkuh di tempat kerja. Begitu pula sang suami, dari tempat kerja apalagi jika bertugas ke luar kota, khawatir isterinya selingkuh dengan pria lain di rumah.

Pikiran negatif ini muncul karena dampak dari pemberitaan di media, hampir semua peristiwa perselingkuhan terjadi di tempat kerja atau ketika ditinggal kerja. Ditambah lagi desas-desus berseliweran di dunia maya kalau selingkuh di tempat kerja itu adalah hal yang sudah lumrah dan menjadi rahasia umum. Mendengar dan melihat fenomena ini hampir tidak percaya, tapi kasus perceraian sebab perselingkuhan ini nyata adanya, bukan di dunia maya tapi nyata.

Korbannya, ada yang sampai menulis pengalaman pahitnya menjadi sebuah novel, cerpen dan status. Novel "Layangan Putus" salah satunya, korban perselingkuhan yang kemudian kisahnya diangkat ke layar kaca menjadi sebuah film. Film serupa juga banyak diproduksi baik di dalam maupun luar negeri, meskipun bukan berdasarkan kisah nyata. Alur ceritanya juga beda-beda, ada yang memasang kamera di rumah, menaruh chip di handphone, mengirim mata-mata, menyamar jadi pembantu rumah tangga dan lain sebagainya.  

Ya, walaupun tidak diangkat dari kisah nyata alias fiksi belaka namun, film demikian memang hendak menampilkan realitas kehidupan sosial masyarakat sesungguhnya. Mengapa? Karena salah satu peran media adalah merefleksikan atau mencerminkan kembali peristiwa, perilaku, identitas, hubungan sosial atau nilai-nilai tertentu di tengah masyarakat.

Jadi, kalau misalnya tanyangan televisi dan berita internet didominasi oleh sek, kekerasan dan perselingkuhan maka, sebenarnya kita sedang menonton kondisi kehidupan masyarakat saat itu. Ibarat cermin, ia akan menampilkan apa yang ada di depannya, termasuk perselingkuhan. Dapat diartikan, fenomena perselingkuhan ini mungkin sudah menjadi budaya atau perilaku baru di kalangan masyarakat tertentu dan menganggapnya hal biasa.

Hanya saja, secara umum masyarakat Indonesia menolak secara tegas perilaku merebut serta menggangu kehidupan rumah tangga orang ini. Mereka resah dan gelisah dengan kehadiran para perebut suami orang (pelakor) dan perebut isteri orang (pebinor). Biasanya, korban akan mengamuk bila mendapati pasangannya direbut orang dan orang yang menyaksikan akan ikut membela korban, sebagaimana nampak dalam setiap kolom komentar.

Memang benar, siapa yang tidak resah dan gelisah melihat sekaligus merasakan sendiri orang yang sudah puluhan tahun bersama sebagai pasangan suami-isteri, tiba-tiba harus retak atau berpisah karena kehadiran orang ketiga. Siapa yang tidak sakit hati dan trauma, separuh nafas dan jiwanya diambil orang lain, padahal sudah sekian lama memadu kasih dan berbagi cinta. Semua orang pasti emosi, marah, geram dan kecewa pada kekasih yang mendua.

Lalu, apa solusinya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline